Di pertengahan tahun 2024 ini Pemerintah Daerah DIY
mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 242/KEP/2024 tentang Penetapan
Desa/Kalurahan Mandiri Budaya pada tanggal 21 Juni 2024. Keputusan Gubernur ini
menetapkan 8 desa/kalurahan di 4 kabupaten menjadi Desa/Kalurahan Mandiri
Budaya, melengkapi 25 Desa yang sudah menyandang Desa Mandiri Budaya yang
dimulai dari tahun 2020.
Sejak 2020
Pemda DIY mengeluarkan kebijakan tentang Desa Mandiri Budaya untuk mendukung
upaya penguatan kalurahan melalui 4 pilar program, yaitu: Desa Budaya, Desa
Wisata, Desa Prima dan Desa Preneur. Desa/Kalurahan Mandiri Budaya ini nantinya
memperoleh Bantuan Keuangan Khusus Desa Mandiri Budaya (BKK DMB) dari Dana
Keistimewaan untuk kegiatan pembangunan desa selama 3 tahun.
BKK DMB ini
digunakan oleh Kalurahan untuk mewujudkan Kalurahan Berdaya untuk mengatasi isu
strategis di DIY, yakni: (1) Kenakalan remaja;
(2) Kesenjangan dan pengangguran; (3) Stunting; (4) Kemiskinan; (5) Pengelolaan
sampah; dan (6) Restorasi sosial. Untuk itu kalurahan harus menyusun program ideal dengan mengidentifikasi
dan memaksimalkan potensi lokal; fokus, jelas, dan terkonsep arah dan tujuannya
(sesuai masterplan); prospektif dan berkelanjutan (terlihat hasil
kemanfaataannya); pemberdayaan/pelibatan masyarakat lokal; dan penyebarluasan
informasi yang keren dan up to date/dinamis (menjangkau seluruh lapisan
masyarakat).
Sebelum
pelaksanaan kegiatan menggunakan BKK DMB, kalurahan harus berpedoman pada Masterplan
yang dibuat oleh OPD Pendamping (Dinas Kebudayaan, Dinas Pariwisata, Dinas
Koperasi dan UMKM, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan
Pengendalian Penduduk). Masterplan yang dibuat harus merujuk pada
potensi desa, yang dalam ilmu pariwisata dikenal dengan pembuatan Unique
Selling Point (USP).
USP adalah
produk unik/khas unggulan dari desa dan menjadi nilai jual yang membedakan
dengan desa lain. Contoh dari USP adalah Wukirsari Imogiri Bantul dengan USP
produk kerajinan batik, Pagerharjo Samigaluh Kulon Progo dengan produk teh,
Nganggring Turi Sleman dengan edukasi budidaya kambing ettawa, Katongan Nglipar
Gunungkidul dengan produk aneka makanan olahan lidah buaya.
Produk
unggulan kalurahan ini dapat diberdayakan dengan menggunakan tanah kalurahan
atau Tanah Kas Desa (TKD). Pemda DIY telah mengeluarkan Peraturan Gubernur DIY
Nomor 24 Tahun 2024 tentang Pemanfaatan Tanah Kalurahan. Penggunaan tanah
kalurahan ini dapat digarap Pemerintah Kalurahan, kelompok/warga masyarakat
setempat serta masyarakat miskin setempat dan pengangguran. Dalam
pemanfaatannya dapat digunakan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat miskin
setempat dan mengurangi angka pengangguran.
Salah satu
kegiatan BKK DMB yang sudah menunjukkan hasilnya adalah produk kue bolu kelapa
Kalurahan Putat, Patuk, Gunungkidul. Produk kue dari Desa Prima Gumregah yang
salah satu unsur dari Desa Mandiri Budaya Putat ini sudah omzet penjualannya
pada tahun 2023 mencapai 1 Milyar; naik pada tahun 2024 mencapai 200 juta untuk
tiap bulannya (Paniradya, 2024). Program BKK DMB yang berhasil lainnya adalah
Angkringan Kolam Ikan Desa Mandiri Budaya Gilangharjo, Pandak, Bantul yang
dikelola oleh Desa Wisata Kajii. Angkringan yang dirintis pada tahun 2023 dan
dibuka pada Maret 2024 ini telah menghasilkan omzet bulanan mencapai 50 juta
dan merekrut pengangguran 3 orang menjadi tenaga kerja.
2 kegiatan
ini sudah tepat sasaran sesuai manfaat BKK DMB yakni mengurangi kemiskinan dan
pengangguran. Kegiatan yang disusun sesuai USP dan Masterplan dan
dikerjakan oleh SDM yang berkapasitas merupakan kunci dari kesuksesan kegiatan
pemberdayaan masyarakat. Ppendampingan yang intensif dari OPD pendamping
melalui monitoring dan evaluasi rutin juga dibutuhkan agar kegiatan BKK
DMB berjalan sesuai road map.
Selain itu
Lurah memegang peran penting. Dalam evaluasi kegiatan BKK DMB masih masih dijumpai
Lurah yang belum memahami peta potensi Desa, baik SDA maupun SDM serta
mekanisme dari BKK DMB. Ada lagi yang Lurah memegang peran kuat dalam
kalurahan, sehingga pamong dibawahnya tidak berani bergerak tanpa perintahnya,
sehingga kegiatan kalurahan berjalan di tempat.
Lurah,
sebagai pemimpin masyarakat lokal sudah
seharusnya menjadi agen pembelajaran dan perubahan untuk inisiatif masyarakat
lokal (Tyler, 2006 dalam Indiyanto 2012). Lurah harus mampu menjembatani dan
berbicara dengan dua bahasa (bahasa sains dan bahasa pengetahuan lokal). Oleh
karena itu, Lurah perlu dibekali dengan keilmuan mekanisme pelaksanaan BKK DMB
agar tepat sasaran dan berkelanjutan mewujudkan Kalurahan Berdaya.
Yogyakarta, 15 Juli 2024
Ttd
Arif Sulfiantono, M.Agr.,
M.S.I.
Pendamping Desa Mandiri
Budaya DIY & Dosen Praktisi Prodi Bisnis Perjalanan Wisata Sekolah Vokasi
UGM