Pariwisata Yogya kembali berduka. Tragedi yang menelan 7
wisatwan pantai Selatan saat berwisata di pantai Goa Cemara, Bantul, yang
berasal dari satu keluarga sangat mengusik. Padahal awal tahun 2020 ini
pariwisata DIY terpukul oleh kecelakaan siswa SMP Turi. Ketika 10 orang
meninggal dunia saat outbond di
Sungai Sempor.
Pandemi Covid-19 juga menjadi ujian lainnya. Krisis ini harus menjadi pembelajaran sangat berharga bagi pengelola wisata. Dalam adaptasi kebiasaan baru (AKB) sekarang, umumnya hanya fokus pada protokol Covid-19 saat melakukan pembukaan kembali destinasi wisata.
Rubrik ANALISIS koran KEDAULATAN RAKYAT, 11 Agustus 2020
Pasalnya selain Korona, masih ada 12 jenis ancaman bencana di wilayah DIY, yakni Banjir, Banjir Bandang, Gempa Bumi, Tanah Longsor, Kekeringan, Cuaca Ekstrim, Kebakaran Hutan dan Lahan, Letusan Gunung Api, Tsunami, Gelombang Pasang, Kegagalan Teknologi, Epidemi dan Wabah Penyakit (BPBD DIY, 2019). Belum lama DIY juga beberapa kali diguncang gempa bumi.
Ironisnya, mayoritas destinasi atau obyek wisata belum ada fasilitas jalur evakuasi menuju titik kumpul yang aman bagi pengunjung wisata. Pengelola destinasi-pun mayoritas jarang memperoleh latihan atau penyegaran penanganan bencana atau kecelakaan.
Kecelakaan tentu menjadi pembelajaran berharga. Dan itu bukan hanya ombak. Karena juga ada hewan yang berbahaya. Bulan Juni hingga Juli kemarin juga cukup banyak wisatawan yang menjadi korban ubur-ubur laut, terutama di pantai Selatan Gunungkidul. Ini perlu perlu perhatian khusus bagi pengelola wisata. Tahun 2018 lalu destinasi Nglanggeran juga dikagetkan dengan adanya serangan tawon.
Satwa liar lain yang harus diwaspadai adalah satwa berbisa seperti ular. Data dari Animal Keeper Jogja (AKJ) tahun 2019 di DIY ada sebanyak 18 orang menjadi korban, dengan 2 orang meninggal dunia (Saliyo, 2019). Sepanjang tahun 2020 ini ada 8 orang menjadi korban ular berbisa. Tidak ada yang meninggal dunia, seiring dengan meningkatnya edukasi penanganan korban ular berbisa dan jumlah RS rujukan yang bertambah.
Satwa berbisa yang hidup di destinasi wisata ini harus didata dan dipetakan agar mitigasi kecelakaan berjalan dengan baik. Bidang Kapasitas Kelembagaan Dinas Pariwisata DIY tahun ini menjadikan Desa Wisata Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kulon Progo sebagai pilot project penerapan Desa Wisata Tangguh Bencana.
Pengelola Sungai Mudal yakni salah satu destinasi wisata di Desa Jatimulyo sudah melakukan pendataan dan pemetaan jenis ular berbisa, yakni ada 7 jenis (Tyo, 2020). Pengelola destinasi di Jatimulyo juga diminta untuk membuat plang jalur evakuasi dan titik kumpul sebagai mitigasi saat terjadi bencana seperti gempa bumi dan tanah longsor.
Selain itu pengelola juga diwajibkan untuk menjalankan SOP mitigasi bencana atau kecelakaan seperti gempa bumi, tanah longsor dan kecelakaan pengunjung (jatuh, terkilir, patah tulang, dll). Pengelolaan destinasi wisata harus memiliki perspektif Pengurangan Risiko Bencana/Kecelakaan agar memberikan keamanan, kenyamanan dan keberlanjutan bagi pengunjung.
Dengan perspektif ini akan dapat mendorong peningkatan wisatawan ke destinasi, karena pengunjung merasa aman dan tentram untuk berwisata di destinasi yang sudah menjalankan mitigasi wisata. Pengelola destinasi-pun tidak akan kesulitasn mencari investor atau sponsor karena destinasi wisatanya sudah menjalankan SOP mitigasi bencana/kecelakaan.
Memang membangun wisata itu mudah, tapi mempertahankannya sulit, dan mengembangkannya itu wajib. Sudahkah diterapkan SOP mitigasi wisata selain protokol Covid-19? Saat krisis ini adalah terbaik untuk evaluasi dan belajar bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar