Pariwisata menjadi salah satu sektor usaha yang terkena
pukulan telak wabah virus korona. Tidak hanya tempat wisata, hotel, dan
restoran; desa wisata juga terkena imbas pandemi Korona/Covid-19. Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memprediksi ada potensi kehilangan
devisa dari sektor pariwisata senilai USD 530 juta (sekitar Rp 7,4 triliun)
akibat pandemi Korona ini.
Analisis Kedaulatan Rakyat tanggal 10 Juni 2020 halaman depan (headline)
Kerugian tersebut belum dihitung berdasarkan supply chain baik untuk perhotelan
maupun restoran atau kuliner. Kerugian ini akan terus berlanjut bila masyarakat
tidak melakukan aktivitas. Untuk wilayah DIY sendiri, menurut Dinas Pariwisata
DIY kerugian di sektor Pariwisata sekitar 81 milyar.
Akhirnya Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif menunjuk Provinsi DIY, Bali dan Kepulauan Riau menjadi proyek
percontohan pertama penerapan protokol ‘new
normal’ dalam rangka pemulihan ekonomi di sektor pariwisata yang terpuruk
akibat pandemi virus Korona.
Diharapkan pemulihan ekonomi melalui sektor pariwisata
masih terbuka lebar, diantaranya adalah sektor wisata alam (ekowisata) dan desa
wisata. Sektor ini diprediksi mampu cepat bangkit kembali paska pandemi Korona.
Hasil
survei Desa Wisata Institute (2020) sehubungan dengan pandemi Korona diperoleh temuan menarik.
Diperoleh fakta hanya 11,3% desa
wisata mengalami keprihatinan yang mendalam, sedangkan sisanya sebanyak 88,7% merasa biasa
saja walaupun ada dampak yang dirasakan, Mereka merasa tidak kehilangan
pendapatan utama mereka yang memiliki eksistensi sosio kultural.
Desa Wisata Mangir yang masuk wilayah Desa Sendangsari,
Kecamatan Pajangan, Bantul telah mempersiapkan diri dalam menghadapi pandemi
Korona. Dibawah duet Pak Lurah Irwan Susanto dan Sekdes Zuchri Saren Satrio
yang masih muda-muda telah menyiapkan warga desanya menghadapi wabah virus ini.
Awal tahun 2020 ini Pemerintah Desa Sendangsari memberikan
bantuan 12 koloni lebah klanceng jenis Trigona itama ke kelompok pembudidaya
madu klanceng Dusun Mangir. 5 bulan berikutnya berkembang menjadi 20 koloni
lebah. Harga madu klanceng cukup tinggi, yakni Rp 500 ribu/liter.
Budidaya madu klanceng merupakan alternatif selain wisata
desa dan ternyata mampu menopang ekonomi warga di saat pandemi Korona. Tujuan
besar lainnya adalah dengan budidaya madu klanceng otomatis masyarakat dapat
menjaga kelestarian hutan pekarangan yang menjadikan Desa Sendangsari ‘ijo royo-royo’. Di sekiling rumah masih
banyak hutan pekarangan yang terjaga dengan baik.
Sejatinya
masyarakat banyak memetik pelajaran dari adanya wabah pageblug ini. Selain kreativitas masyarakat dalam menyambung hidup,
juga semangat untuk bangkit dari pandemi Korona. Untuk menyambut dibukanya
pariwisata kedepan, desa wisata perlu mempersiapkan protokol yang disusun oleh
Pemerintah. Dinas Pariwisata DIY menjelaskan waktu dibukanya destinasi wisata
di Provinsi DIY; yakni saat pandemi sudah berakhir atau tren Covid-19 sudah
melandai dengan jeda waktu sekitar 3 bulan; atau direkomendasikan oleh Gugus
Tugas Covid-19 DIY dan kabupaten/kota.
Selain itu juga
ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh area wisata; yakni adanya fasilitas
kebersihan cuci tangan dengan jumlah cukup; standar operasional prosedur (SOP)
protokol CHS (Cleanlines, Health, Safety)
atau kebersihan, kesehatan, dan keamanan yang dilaksanakan secara konsisten;
serta pembatasan pengunjung/wisatawan agar tidak menimbulkan kerumumnan.
Setelah penyiapan destinasi yang sudah ada fasilitas kebersihan, kesehatan dan
keamanan, serta penyusunan protokol Covid-19 sektor wisata, kemudian dilakukan ujicoba
ada simulasi protokol pada destinasi yang sudah siap.
Terakhir baru
sosialisasi dan publikasi ke masyarakat umum. Selama masa tanggap darurat
Korona sampai tanggal 30 Juni 2020, desa wisata diharapkan dapat mempersiapkan
dan berbenah diri. Pemerintah tentu akan memilih paket wisata yang aman
terlebih dahulu seperti kelompok kecil, personal atau keluarga. Kegiatan wisata minat khusus seperti petualangan, ecotourism, agrotourism, wellness
memiliki peluang besar dikunjungi wisatawan.
Sistem
kepariwisataan yang mengacu pada harmonisasi ekologi dan ekonomi menjadi
potensi untuk dikembangkan di desa wisata. Mampukah desa wisata di wilayah DIY
mampu untuk melaksanakan new normal
pariwisata? Melihat sejarah bangkitnya masyarakat DIY dari bencana gempa bumi tahun
2006 tentu mampu dan optimis!
Yogyakarta,
4 Juni 2020 pukul 09.00 WIB
Ttd
Arif Sulfiantono,M.Agr.,M.S.I.
Koordinator Jejaring Ahli Perubahan Iklim &
Kehutanan (APIK) Indonesia Region Pulau Jawa & pegiat Forkom Desa-Kampung
Wisata DIY
Tidak ada komentar:
Posting Komentar