“Man Jadda Wa Jada”. Pepatah
bahasa Arab ini popular saat booming novel
Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi, yang kemudian disusul dengan penayangan film
bioskop. Pepatah yang berarti “Siapa yang bersungguh-sungguh dia akan mendapatkan”,
sedang arti bebasnya adalah “Siapa yang bersungguh-sungguh, ia pasti berhasil.”
Membaca
pepatah ini jadi ingat jamaah KUM (Komunitas Umroh Mandiri) yang luar biasa.
Seorang bapak usia 50an yang berniat umroh, dan dalam 3 pekan dapat terwujud. Tanggal
10 Desember 2019 beliau nelpon untuk konsultasi umroh. 4 hari berikutnya
langsung mulai proses pembuatan paspor, yang disusul transfer untuk booking seat umroh. Tanggal 17 Desember
2019 langsung pelunasan biaya umroh, disusul persiapan lainnya terutama ruhiyah
dan ibadah. Padahal saya tahu kondisi ekonomi beliau baru ‘kurang sehat’.
Alhamdulillah tanggal 1 Januari 2020 beliau berangkat umroh selama 12 hari!!
Sebagian chatting di whatsapp dengan bapak jamaah KUM
Nabi
Muhammad Saw bersabda, “Amal itu bergantung niat.” Beliau juga bersabda, “Hal
yang paling aku takutkan atas kalian adalah syahwat yang tersembunyi.” Menurut
Ibnu Taimiyah (w. 728 H), kata “niat” (niyyah)
dalam istilah orang Arab hampir sinonim dengan “kehendak” (qasd) dan “keinginan” (iradah).
Niat
adakalanya dipahami sebagai salah satu macam keinginan, atau semakna dengan
keinginan. Padahal niat itu lebih spesifik daripada keinginan, karena keinginan
itu berkaitan dengan perbuatan sendiri ataupun perbuatan orang lain, sedangkan
niat hanya berkaitan dengan perbuatan sendiri. Anda bisa mengatakan, “Aku ingin
orang itu berangkat umroh,” tapi tak bisa mengatakan, “Aku niat orang itu
berangkat umroh.”
Menurut
Ibnu Taimiyah, NIAT itu mengikuti PENGETAHUAN. Siapa mengetahui apa yang mau
dia kerjakan, tentulah ia sudah meniatkannya secara otomatis. Niat itu otomatis
terwujud begitu orang mengetahui perbuatan yang ingin ia lakukan.
Sedangkan
menurut Imam al-Ghazali (w. 505 H), Niat adalah terdorong dan condongnya diri
kepada tujuan yang diinginkannya dan penting baginya. Bila kecondongan itu tidak
berada dalam batin, maka tak mungkin ia dihasilkan dan diwujudkan dengan usaha
dan memaksa diri, itu sebatas perpindahan pikiran dari sesuatu ke yang lain.
Syekh
al-Harits al-Muhasibi (w. 243 H) mengajarkan tentang evaluasi niat.
Siapa yang paling sejati niatnya?
Orang
yang paling sejati niat
Siapa yang paling jauh dari niat sejati?
Orang
yang paling jauh dari niat adalah orang yang melupakan niat, itu adalah orang
yang paling tidak tahu tentang niat.
Percayakah
bahwa yang mampu melaksanakan ibadah umroh atau haji itu tidak mesti orang kaya
atau berkecukupan? Tidak! Tapi orang yang niat kuat dan tulus iklhlas-lah yang
mampu! Banyak orang yang berkecukupan bahkan berkelebihan tapi belum pernah dia
beribadah ke Baitullah. Puluhan Negara ia kunjungi, tapi rumah Allah ia
lupakan.
Maka
dalam melakukan setiap aktivitas, niatkan semua itu untuk menunaikan hak Allah
di hadapan-Nya. Jangan sibukkan hatimu dengan harta yang kaumiliki.
“Orang-orang yang mengikuti petunjuk pasti diberi
Allah tambahan petunnuk dan diberi sifat takwa.” (QS.
Muhammad: 17)
Ibnu
Umar menceritakan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Perbuatan itu tergantung niat. Bagi setiap orang balasan dari apa yang
ia niatkan.” (HR. Bukhari)
Wallaahu’alam bi shawab.
Selalu bekali dengan ilmu agar niat senantiasa terjaga
Yogyakarta, 11 Februari 2020, pukul 20.53 WIB
Tour Leader Komunitas Umroh Mandiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar