Dalam suatu berita online disebutkan
bahwa kekeringan sudah mengakibatkan sektor andalan Provinsi DIY yakni
pariwisata mengalami dampak penurunan pengunjung. Salah satunya adalah wisata
andalan yang ada di Kabupaten Gunung Kidul, yakni Embung Nglanggeran yang
mengalami kekeringan, sehingga mengakibatkan jumlah pengunjung turun sebesar 2
ribu dalam sebulan (Detik, 9/10). Rerata pengunjung Embung Nglanggeran mencapai
belasan ribu orang.
Opini koran Kedaulatan Rakyat tanggal 17 Oktober 2019
Lokasi lain yang mengalami penurunan
pengunjung karena kekeringan yakni wisata air yang ada di Desa Jatimulyo,
Kulonprogo, yakni air terjun Kembangsoka, Kedung Pedhut, dan Sungai Mudal. Prakiraan
dari BMKG menyebutkan musim hujan diprakirakan mundur, sehingga kemarau tahun
ini lebih panjang (BMKG, 19/8). Tentu ini perlu penanganan yang lebih serius
agar dampak penurunan ekonomi dapat diminimalisir.
Bagi desa wisata yang sudah maju,
sektor pariwisata merupakan andalan dalam pemenuhan ekonomi dan kesejahteraan
warga desa. Pada tingkat ini Pemerintah Desa sudah dapat menjadikan pariwisata
sebagai alat pengurangan kemiskinan di wilayahnya. Apalagi pengurangan
kemiskinan juga merupakan satu dari 17 target pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals – SDGs).
Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism)
Pariwisata
berkelanjutan (Sustainable Tourism) jika
direncanakan dan dikelola dengan baik dapat secara langsung dan positif
berkontribusi terhadap pencapaian pembangunan berkelanjutan (SDGs), termasuk
pengurangan kemiskinan, pembangunan perdesaan, pelestarian budaya dan
masyarakat, kesetaraan jender, perlindungan lingkungan, mitigasi perubahan
iklim dan memperlihatkan dampak yang bermanfaat terhadap mitigasi perubahan
iklim. Agar beroleh manfaat dari berbagai keterkaitan positif ini, diperlukan
transisi ekonomi yang berkeadilan menuju pembangunan yang rendah karbon, yang
tak berpengaruh mengubah iklim (climate
resilient), dan ramah lingkungan di Indonesia dengan pandangan kepada
pekerjaan layak yang ramah lingkungan, termasuk pendidikan dan kesadaran para
pemberi kerja/majikan, pekerja, komunitas tuan rumah dan wisatawan, dengan
pemerintah daerah berada di garis depan (Kemenpar, 2012). Investasi yang
dinamis dalam Ekonomi Ramah Lingkungan diperlukan untuk mendukung pembangunan pariwisata
berkelanjutan.
Dalam Peraturan
Menteri Pariwisata No.14/2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata
Berkelanjutan, Pemerintah berkomitmen untuk menjadikan pariwisata berkelanjutan
sebagai pilar pembangunan nasional. Beleid ini menjadi acuan bagi Kementerian
Pariwisata, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya dalam mewujudkan
destinasi pariwisata berkelanjutan.
Menurut
Menteri Pariwisata –Arief Yahya- sustainable
mencakup 3 P, yaitu planet, people, dan prosperity. Intinya bagaimana dapat melestarikan
alam, membangun manusia dan menyejahterakan (Kemenpar, 2019). Kendati demikian,
tantangan terbesar dalam hal pengelolaan kepariwisataan berbasis lingkungan dan
budaya adalah masalah sumber daya manusia, khususnya pemahaman tentang wisata
berkelanjutan (sustainable tourism
program).
Salah
satu contoh penerapan konsep wisata berkelanjutan ada pada pengelolaan obyek
wisata air terjun Kembang Soka yang dimiliki Desa Wisata Jatimulyo, Kecamatan
Girimulyo, Kulonprogo. Sejak tahun 2015 pengunjung wisatawan juga dikenalkan
program adopsi sarang burung Sulingan/Sikatan cacing (Cyornis banyumas) yang menjadi ikon wisata melalui ‘Kopi Sulingan’.
Program ini dapat terwujud atas peran aktif warga yang tergabung dalam
Masyarakat Pemerhati Burung Jatimulyo (MPHJ) dan Kelompok Tani Hutan Wanapaksi
(Kelik, 2019).
Program
adopsi sarang burung menjadi alternatif dari pengembangan wisata berkelanjutan,
agar warga tetap memperoleh manfaat ekonomi saat sepi pengunjung wisata.
Program ini masuk dalam wisata minat khusus Desa Jatimulyo, selain wisata
pengamatan burung (birdwatching),
budidaya madu klanceng, pengolahan kopi, dan lainnya. Selain itu warga desa
juga aktif melakukan penyulaman dan pemeliharaan tanaman yang mempunyai peran
dalam konservasi tanah dan air, seperti jenis Salam, Beringin, Gayam, Kemiri,
Randu, dan Aren. Jenis tanaman tersebut mampu lebih banyak menyimpan air, cocok
untuk diterapkan pada obyek yang memiliki wisata air agar tidak mengalami
penurunan debit air secara drastis.
Aksi
Desa Jatimulyo dalam mewujudkan Pariwisata Berkelanjutan melalui program
konservasi alam merupakan hasil kesadaran dalam menjaga harta berharga yang
dimilikinya. Pariwisata berkelanjutan dengan menitikberatkan pada pelestarian
alam memberikan keuntungan non-finansial yang jauh lebih besar. Tentu keterlibatan
seluruh pemangku kepentingan sangat diperlukan untuk pengembangan pariwisata
berkelanjutan secara terpadu dan bertanggung jawab.
Malioboro, 15 Oktober 2019, pukul 08.05 WIB