Ummat Islam kembali memperingati pergantian tahun baru Hijriyah, yakni 1438 H berganti 1439 H. Seorang ulama besar Imam Hasan al-Basri mengingatkan, "Wahai anak Adam, sesungguhnya Anda bagian dari hari, apabila satu hari berlalu, berlalu pulalah sebagian hidupmu."
dimuat di koran TRIBUN Jogja 22 Sept 2017
Dengan demikian harusnya seorang muslim menyiapkan dirinya menghadapi jatah waktunya yang semakin berkurang.
Masih ada PR besar bagi ummat Islam, yakni mengejar ketertinggalan dalam segalam bidang, terutama peradaban ilmu.
Era kemunduran Dinasti Turki Ustmani akhir abad 18, banyak bangsa muslim terjajah, dan mengalami keterpurukan. Kondisi saat ini mengingatkan pada tahun 1099-1187 M, dimana kondisi ummat Islam terpuruk dan kiblat pertama muslim yakni Masjidil Aqsha jatuh ke pasukan Salib.
Saat ini Masjidil Aqsha yang masuk Negara Palestina dijajah oleh Israel.
Kondisi moral dan keilmuan umat Islam yang sangat parah baik pada abad 10-11 maupun saat ini menyebabkan seruan jihad tidak banyak mendapatkan sambutan. Paska jatuhnya Masjidil Aqsha di Yerussalem pada tahun 1099, ulama besar Al-Ghazali berusaha menyembuhkan penyakit umat secara mendasar.
Caranya, dengan mengajarkan keilmuan yang benar. Ilmu yang benar akan mengantarkan pemiliknya kepada keyakinan, kecintaan pada ibadah, zuhud, dan jihad. Hasilnya pada tahun 1187 Yerussalem dapat dibebaskan oleh Shalahuddin Al Ayubi.
Ilmu yang rusak akan menghasilkan ilmuwan dan manusia yang rusak, yang cinta dunia dan pasti enggan berjihad di jalan Allah. Itulah mengapa Kitab Ihya Ulumiddin diawali pembahasannya dengan bab tentang ilmu/Kitabul Ilmi (Husaini, 2017).
Strategi ini dicontoh oleh KH. Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah tahun 1912 dan KH. Hasyim Asyari dengan mendirikan Nadhatul Ulama tahun 1926.
Lulusan dari Muhammadiyah maupun NU menjadi pejuang-pejuang kemerdekaan NKRI, baik di bidang politik maupun terjun langsung di medan jihad/peperangan.
Langkah ulama Al-Ghazali ini perlu direnungkan dengan serius. Ketika ummat Islam mengalami krisis dalam berbagai bidang kehidupan, Al-Ghazali melakukan upaya penyembuhan secara mendasar.
Sebab, sumber dari segala sumber kebaikan dan kerusakan adalah hati/aqal. Agama adalah penerang hati, sedangkan ilmu pengetahuan peradaban adalah penerang akal, begitu kata salah satu mujaddid abad 20 yakni Badiuzzaman Said Nursi dari Turki.