Rasanya seperti di dalam surga begitu turun
ke dalam ‘kedung’ atau kolam yang
airnya berasal dari air terjun alami yang muncul dari celah bebatuan karst.
Apalagi sekitar kolam adalah hutan dengan berbagai macam pepohonan, menjadikan
suasana sejuk. Perpaduan hijaunya pepohonan dan air kolam, serta gemericik
suara air terjun menciptakan kesyahduan yang sulit diungkapkan dengan
kata-kata.
Surga kecil ini adalah obyek wisata air
terjun ‘Kembang Soka’ yang sering
juga disebut dengan air terjun ‘Mbang
Soka’. Air terjun ini terletak di Dusun Gunung Kelir, Desa Jatimulyo, Kecamatan
Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, DIY. Menurut cerita masyarakat setempat yang
disampaikan oleh pemandu kami -Mas Kelik- yang juga Ketua pengelola obyek
wisata Kembang Soka, nama air terjun ini berasal dari salah satu mata air yang
diatasnya tumbuh bunga Soka.
Kedung/kolam Kembang Soka dari air terjun yang mengalir
“Ada 6 Tuk (sumber air) di area Kembang Soka
ini mas; Tuk Modal, Tuk Jaran, Tuk Miri, Tuk Bangki, Tuk Sepanggal dan Tuk
Kembang Soka,” jelas Mas Kelik. Beberapa sumber air ini mengalir membentuk air
terjun dengan ketinggian 3 sampai lebih dari 10 meter. Untuk area Kembang Soka
sendiri sudah dirintis sejak tahun 2014 menjadi obyek tujuan wisata alam.
Area seluar sekitar 5 hektar ini ditata secara artistik
dengan bahan utama berupa bambu petung dan kayu yang diperoleh dari hutan
masyarakat setempat. Memang profesi masyarakat sebagian besar adalah petani
hutan. Kopi, Kakao, Talas adalah produk dari hutan milik masyarakat.
Pengelola Kembang Soka
juga menyediakan pelampung air bagi pengunjung yang ingin bermain di kolam
sedalam 1 hingga 2,5 meter ini. Airnya cukup dingin, khas kawasan pegunungan
dengan ketinggian 500 – 600 meter di atas permukaan laut (dpl). Begitu selesai
bermain air, baik di kolam maupun air terjun pengunjung dapat menyantap makanan
yang disajikan di kedai sekitar kolam.
Kami sendiri dijamu oleh Mas Kelik dengan kopi
produk asli dari masyarakat Jatimulyo, yakni Kopi Sulingan. Kopi jenis robusta ini termasuk ramah lingkungan, karena biji kopi
diperoleh dari tanaman kopi yang tumbuh liar di bawah teduhan hutan masyarakat
(shaded grown). Kata “sulingan” sendiri berasal dari
nama lokal burung Sikatan Cacing (Cyornis banyumas),
sejenis burung pemakan serangga yang cantik dan bersuara merdu, yang sulit
ditemukan di daerah lain.
Desa wisata Jatimulyo
merupakan daerah yang kaya akan keanekaragaman burung. Terdapat sekitar 81
jenis burung di kawasan ini (24 persen total jenis burung di DIY), keberadaannya
dilindungi oleh Peraturan Desa (Perdes) yang melarang kegiatan perburuan. Jadi
disela-sela bunyi gemericik air juga terdengar kicau burung. Bahkan saat siang
hari kami mendengan suara burung Elang Ular Bido (Spilornis cheela) sedang terbang soaring mencari makan.
di rubrik PARIWISATA koran Kedaulatan Rakyat tanggal 5 Februari 2017
Selain air terjun Kembang
Soka, Desa Jatimulyo juga mempunyai obyek wisata alam Goa Kiskendo, Curug
Setawing, Grojogan Sewu, Kedung Pedut, dan Sungai Mudal. Goa Kiskendo merupakan
obyek wisata alam yang sudah lama dikelola oleh Pemerintah Daerah. Lainnya
dikelola oleh kelompok masyarakat dibawah koordinasi Desa Jatimulyo.
Desa Jatimulyo sendiri ditunjuk menjadi desa wisata oleh pemerintah
sejak Juli 2008. Sejak saat itu, agar pengelolaan dapat berjalan lancar, maka
dibentuk kelompok pengelola desa wisata yang terdiri dari pengurus inti,
masyarakat penyedia homestay, dan
sumber daya pemandu. Pada tahun 2015 obyek wisata alam
Desa Jatimulyo diresmikan oleh Bupati Kulonprogo, Bapak dr. Hasto Wardoyo. Bahkan
pada tahun tersebut memperoleh juara III kategori Desa Wisata terbaik
se-Provinsi DIY.
Untuk menuju Desa wisata Jatimulyo saat ini terbilang
lebih mudah, meskipun membutuhkan usaha. Jarak dari kota Jogja sekitar 30 Km.
Akses jalan yang mudah dan baik melalui Jalan Godean lurus ke Barat arah
Kulonprogo, melewati Sungai Progo, dan naik ke kawasan Pegunungan Menoreh.
Cukup banyak papan penunjuk arah menuju obyek wisata alam Jatimulyo.
Wisatawan yang berniat ke obyek
wisata ini, sebaiknya mempersiapkan fisik yang cukup prima, karena diperlukan
perjalanan kaki yang cukup jauh dan naik turun. Kendaraan roda dua maupun lebih dapat dititipkan pada
warga maupun pengelola parkirnya dengan membayar Rp.1000,- sampai Rp. 5000,- saja, sedangkan
untuk menikmati obyek wisatanya kita hanya diwajibkan membayar biaya tiket masuk sebesar sekitar Rp 5000,-. Untuk Curug Setawing sendiri malah
hanya membayar Rp. 3.000,- sudah termasuk biaya parkir sepeda motor.
Untuk fasilitas permainan
di dalam lokasi ada biaya tersendiri. Seperti flying fox di obyek wisata Sungai Mudal dan Kedung Pedhut biayanya
Rp. 15.000,-. Untuk sewa hammock dan pelampung sekitar Rp.5.000,- sampai
Rp.10.000,-. Bahkan untuk jajan dan ngopi di dalam area obyek wisata alam
masih tergolong murah. Kami sekeluarga (4 orang) hanya mengeluarkan uang
sekitar Rp.40.000,- sudah dapat menikmati mie rebus telur, kopi, dan tempe
mendoan.
Berada di deretan Pegunungan
Menoreh dengan panorama indah, Desa Wiasata Jatimulyo memiliki
aset yang sangat besar nilainya dalam menyokong pengembangan pariwisata. Selain
itu, kawasan ini dirasa strategis karena berhawa sejuk dan berada di jalur
wisata kabupaten Kulonprogo (Waduk Sermo- Gua Kiskendo- Puncak Suroloyo)
sehingga diharapkan akan menjadi the new rising star obyek wisata di Provinsi DIY. Suatu
penyesalan jika berwisata ke Yogyakarta melewatkan air terjun surgawi Desa
Jatimulyo.
Yogyakarta,
14 Januari 2017