Enam
mahasiswa Fakultas Teknik UGM selama dua hari tersesat di Gunung Merapi. Saat
ditemukan, dalam keadaan lemas akibat kelaparan, bahkan satu diantaranya
mengalami patah tulang tangan. (KR, 4
Februari 2009). Sebelumnya, sejumlah mahasiswa juga terjebak dalam badai saat
melakukan pendakian di Gunung Salak, Jawa Barat. Enam mahasiswa korban itu
ternyata mendaki tanpa membawa izin pendakian Gunung Merapi serta tidak melapor
di pos resort terdekat.
Gunung Merapi adalah Kawasan
Konservasi Alam
Tahun
2004 wilayah Gunung Merapi ditunjuk menjadi Taman Nasional Gunung Merapi (TN.
G. Merapi) berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 134/Menhut-II/2004
tanggal 4 Mei 2004 dengan luas 6.410 Ha yang terletak di empat Kabupaten, yaitu
Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Magelang,
Klaten, dan Boyolali Propinsi Jawa Tengah. Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi
merupakan alih fungsi dari hutan Taman Wisata Alam/Cagar Alam Plawangan Turgo,
Hutan Lindung Kaliurang dan sebagian hutan produksi yang dikelola oleh Perum
Perhutani.
Opini Koran Kedaulatan Rakyat tanggal 9 Februari 2009
Taman
Nasional sendiri adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli,
dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Sedangkan
kawasan konservasi sendiri adalah bagian dari wilayah daratan atau lautan yang
perlu dan secara sengaja disisihkan dari segala bentuk eksploitasi untuk
dilindungi dan dimanfaatkan secara bijaksana sesuai dengan fungsinya, sehingga
terjamin keberadaannya bagi generasi saat ini dan masa yang akan datang.
Penetapan
sebagai TN. G. Merapi didasarkan oleh kawasan TN. G. Merapi mempunyai nilai
penting sebagai daerah perlindungan sistem penyangga kehidupan, khususnya
fungsi perlindungan hidro-orologis dan iklim bagi masyarakat di Propinsi DIY
dan Kabupaten yang berada di sekitar kawasan, yaitu Kabupaten Magelang dan
Kabupaten Boyolali. Selain itu, perannya sebagai pengawetan keanekaragaman
hayati dapat dijadikan sebagai sumber plasma nutfah bagi kehidupan manusia.
manfaat lain, baik langsung maupun tidak langsung yang dapat diperoleh dari
kawasan ini.
Peran
lainnya adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan dan latihan,
penunjang budidaya dan pariwisata. Menteri Kehutanan menunjuk Balai Taman
Nasional Gunung Merapi (BTN. G. Merapi) sebagai pengelola TN. G. Merapi,
setingkat eselon tiga, dibawah Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam. BTN. G. Merapi mengemban tugas utama mewujudkan kelestarian
kawasan TN Gunung Merapi sebagai penyangga kehidupan serta dapat memberi manfaat
yang optimal bagi masyarakat.
Jalur Pendakian Gunung Merapi
Pendaki
Gunung Merapi dapat memilih salah satu dari empat jalur pendakian, yakni jalur
Babadan, Magelang; jalur Kinahrejo, Sleman, jalur Deles, Klaten; dan jalur
Selo, Boyolali. Jalur Selo adalah jalur paling mudah untuk pendakian,
dibandingkan jalur lain. Untuk jalur Babadan dan Kinahrejo masih ditutup untuk
jalur pendakian, dikarenakan jalur rusak akibat erupsi Merapi tahun 2006.
Pendaki
Gunung Merapi sebelum melakukan pendakian diwajibkan untuk membawa SIMAKSI dan
melapor ke pos terdekat di jalur pendakian. Berdasarkan berita di KR, 4
Februari 2009, enam mahasiswa pendaki dari UGM itu menggunakan jalur Selo untuk
menuju puncak Merapi. Penulis mengecek ke Polisi Kehutanan (Polhut) Balai TN.
G. Merapi resort Selo, ternyata dalam daftar pendaki Gunung Merapi yang ada di
pos Selo tidak tercantum daftar nama keenam mahasiswa pendaki tersebut.
SIMAKSI untuk Pendaki Gunung
Merapi
Balai
TN. G. Merapi sebagai pengelola TN. G. Merapi mengeluarkan aturan dan tata
tertib bagi pengunjung TN. G. Merapi, termasuk pendaki puncak Gunung Merapi.
Hal ini didasarkan untuk menjaga dan melindungi kawasan TN. G. Merapi dari
berbagai macam gangguan terhadap ekosistem Gunung Merapi. Tata tertib dan
aturan tersebut dikenal dengan SIMAKSI, yakni Surat Izin Masuk Kawasan
Konservasi. SIMAKSI dibuat berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan
Hutan dan Konservasi Alam, Nomor; SK.192/IV-Set/HO/2006 tentang Izin Masuk
Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru.
Berikut
adalah Tata Tertib memasuki TN. G. Merapi untuk pengunjung maupun pendaki
Gunung Merapi:
1. Pengunjung
hanya diperbolehkan berada di jalur yang telah disediakan;
2. Pengunjung
tidak boleh merusak, menebang pohon maupun memindahkan benda-benda yang ada
dalam kawasan TN. G. Merapi;
3. Pengunjung
tidak boleh membawa tumbuhan mapun satwa liar dari dalam maupun keluar kawasan TN.
G. Merapi;
4. Pengunjung
tidak diperbolehkan membawa alat/bahan yang dapat mencemarkan kawasan seperti
alat bunyi-bunyian, sabun, pasta gigi, spidol, phylox, cat, pestisida dan
sebagianya;
5. Semua
sampah diharap dibawa keluar kawasan TN. G. Merapi;
6. Pengunjung
yang akan berkemah/menjelajah alam/hiking diharuskan membawa makanan/minuman
secukupnya, jaket, jas hujan, lampu senter/lampu penerangan, baju ganti dan
P3K;
7. Pengunjung
tidak diperkenankan membawa senjata tajam (kecuali yang digunakan untuk
berkemah), dan atau minuman beralkohol serta obat-obatan terlarang;
8. Pengunjung
diharapkan menghindari membuat api unggun kecuali untuk kegiatan berkemah dapat
dilaksanakan di tempat yang telah disediakan menggunakan kayu bakar yang dibawa
dari luar kawasan TNGM;
9. Petugas
akan memeriksa barang bawaan dan surat izin (SIMAKSI) sebelum dan sesudah
memasuki kawasan.
Adapun
untuk Tata Cara Pengajuan Izin Kegiatan di Kawasan TN. G. Merapi atau Pengajuan
SIMAKSI (Pengumuman No PG. 04/IV-T.43/Um/2008) sebagai berikut:
1. SIMAKSI
diberlakukan terhadap semua kegiatan yang dilaksanakan di dalam Taman Nasional
Gunung Merapi dan pelayanan perijinan (SIMAKSI) ini terpusat di kantor Balai TN.
G. Merapi, berupa: penelitian; survei; pengambilan data; pengambilan/snapshoot film komersial, video
komersial, handycam dan foto; praktek lapangan; kampanye/sosialisasi/pameran;
rehabilitasi kawasan; penanaman; berkemah; mendaki gunung; out bond; hiking; diklat-diklat dengan lokasi praktek di dalam
kawasan TN. G. Merapi;
2. Pemohon
mengajukan Surat Permohonan dengan ketentuan mengajukan permohonan secara
tertulis/resmi yang ditujukan kepada Kepala Balai TN. G. Merapi minimal
seminggu sebelum pelaksanaan kegiatan dilengkapi dengan proposal kegiatan, dua
buah materai Rp 6000 dan membayar pungutan masuk/pungutan kegiatan lain-lain
sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3. Pemegang
SIMAKSI harus mematuhi segala peraturan dan prosedur yang termuat dalam
SIMAKSI;
4. Pemegang
SIMAKSI wajib didampingi oleh petugas dari Balai TNGM dalam melaksanakan
kegiatan di dalam kawasan;
5. Pemegang
SIMAKSI wajib menyerahkan copy
dokumentasinya dan laporan kegiatannya kepada Balai TN. G. Merapi;
6. Untuk
melaksanakan kegiatan di kawasan TN. G. Merapi, dikenakan beberapa
pungutan/tiket masuk (berdasarkan PP No 59 tahun 1998).
Pengunjung
maupun pendaki Gunung Merapi dapat memperoleh SIMAKSI di kantor Balai TN. G.
Merapi di Jl. Argulobang No.17 Baciro, Yogyakarta, telpon 560669. SIMAKSI
merupakan salah satu alat untuk menjaga dan melindungi kawasan TN. G. Merapi,
sehingga terjaga kelestariannya. Disamping itu, SIMAKSI juga dapat berperan
sebagai kontrol bagi pengunjung maupun pendaki yang akan melakukan kegiatan di
Gunung Merapi. Jika kondisi cuaca buruk, Balai TN. G. Merapi tidak akan
memberikan SIMAKSI bagi pendaki Gunung Merapi. Diharapkan dengan adanya SIMAKSI,
kecelakaan akibat faktor alam yang buruk dapat dihindari. Polhut Bali TN. G.
Merapi pun akan siap dan sigap melakukan evakuasi jika pendaki yang membawa
SIMAKSI berada dalam kesulitan saat melakukan pendakian.
*Ini
adalah tulisan saya di Opini Koran Kedaulatan Rakyat Februari tahun 2009, insya
Allah masih relevan dan bermanfaat. Hanya saja kantor Balai Taman
Nasional Gunung Merapi akhir 2009 pindah di Jalan Kaliurang Km.22,6
Hargobinangun, Pakem, Sleman, DIY.