Belum
sepekan kabinet baru Presiden Joko Widodo yang diberi nama Kabinet Kerja
melakukan tugasnya. Sebagian besar rakyat Negara ini tentu sangat berharap
dapat menghasilkan perubahan kebaikan. Hanya saja sebagian rakyat masih meragukan
akan kinerja kabinet baru ini, karena perbuatan menteri baru yang tidak sesuai
etika budaya bangsa.
Peribahasa Arab
mengatakan, “Al ’Amal Huwal Asas”, Bekerja akan berbicara
lebih keras dari perkataan (Action Speaks Louder Than Words).
Yup,
benar. Tapi apakah hanya bekerja saja? “Kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan
juga hidup. Kalau sekedar bekerja, kera juga bekerja.”, kata ulama
besar Buya Hamka.
Diktator
Fir’aun juga seorang pekerja yang handal. Pyramid dan sphinx adalah prestasi
kerja di jamannya, 3000 tahun yang lalu, yang masih dapat dinikmati sekarang.
Bagaimana wujud kerja itu?
Sebetulnya akan mudah jika tolok ukur kerja atau kinerja
dikembalikan pada pegangan ummat Islam, yakni Al-Qur’an dan Hadits.
“Dialah Allah yang menjadikan kematian
dan kehidupan, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik
pekerjaannya.” (QS..Al Mulk:2).
Allah menciptakan mati dan hidup untuk menguji manusia,
siapa yang terbaik pekerjaannya selama di dunia. Memahami hakikat mati dan
hidup adalah penting, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mengisi
kehidupan dunia dan akhirat kelak. Meninggalkan salah satunya hanya akan
membawa bencana. Allah menekankan manusia agar memperhatikan dan menghargai
kehidupan dunianya, di samping kehidupan akhirat yang memang seharusnya lebih
dominan.
Bekerja dan Kejaiban
Shiroh
atau sejarah Islam juga mengajarkan akan keajaiban sebuah kerja yang dilandasi
keimanan. Sebagaimana kisah yang diceritakan Ustad Salim A. Fillah tentang Nabi
Ibrahim saat meminta kepada Rabbnya untuk ditunjukkan bagaimana yang mati
dihidupkan. Maka saat Rabbnya bertanya, “Belum yakinkah engkau akan kuasaKu?”,
dia menjawab sepenuh hati, “Aku yakin. Hanya saja agar hati ini menjadi
tenteram.”
Tetapi keajaiban
itu tak datang serta merta di hadapannya. Meski Allah bisa saja menunjukkan
kuasaNya dalam satu kata “Kun!”, kita tahu, bukan itu yang terjadi. Ibrahim
harus bersipayah untuk menangkap lalu mencincang empat ekor burung. Lalu
disusurnya jajaran bukit-berbukit dengan lembah curam untuk meletakkan
masing-masing cincangan. Baru dia bisa memanggilnya. Dan beburung itu
mendatanginya segera.
Di sinilah rupanya keajaiban itu. Setelah kerja yang menguras tenaga.
Tetapi apakah selalu kerja-kerja kita yang akan ditaburi keajaiban?
Di sinilah rupanya keajaiban itu. Setelah kerja yang menguras tenaga.
Tetapi apakah selalu kerja-kerja kita yang akan ditaburi keajaiban?
Hajar dan bayinya telah ditinggalkan oleh Ibrahim di lembah itu. Sunyi kini menyergap kegersangan yang membakar. Yang ada hanya pasir dan cadas yang membara. Tak ada pepohon tempat bernaung. Tak terlihat air untuk menyambung hidup. Tak tampak insan untuk berbagi kesah. Keculai bayi itu. Isma’il. Dia kini mulai menangis begitu keras karena lapar dan kehausan.
Maka Hajar pun berlari, mencoba mengais jejak air untuk menjawab tangis putera semata wayangnya. Ada dua bukit di sana. Dan dari ujung ke ujung coba ditelisiknya dengan seksama. Tak ada. Sama sekali tak ada tanda. Tapi dia terus mencari. Berlari. Bolak-balik tujuh kali. Mungkin dia tahu, tak pernah ada air di situ. Mungkin dia hanya ingin menunjukkan kesungguhannya pada Allah. Sebagaimana telah ia yakinkan sang suami, “Jika ini perintah Allah, Dia takan pernah menyia-nyiakan kami!”
Maka kejaiban itu memancar. Zam zam! Bukan. Bukan dari jalan yang dia susuri atau jejak-jejak yang dia torehkan di antara Shafa dan Marwa. Air itu muncul justru dari kaki Isma’il yang bayi. Yang menangis. Yang haus. Yang menjejak-jejak. Dan Hajar pun takjub. Begitulah keajaiban datang. Terkadang tak terletak dalam ikhtiar-ikhtiar kita.
Mari belajar pada Hajar bahwa makna kerja keras itu adalah menunjukkan kesungguhan kita kepada Allah. Mari bekerja keras seperti Hajar dengan gigih, dengan yakin. Bahwa Dia tak pernah menyia-nyiakan iman dan amal kita. Lalu biarkan keajaiban itu datang dari jalan yang tak kita sangka atas kehendakNya yang Maha Kuasa. Dan biarkan keajaiban itu menenangkan hati ini dari arah manapun Dia kehendaki.
Semoga
Kabinet yang baru dapat benar-benar bekerja dengan landasan keimanan.
Bekerja dengan keimanan. Maka keajaiban akan menyapa dari arah tak terduga.
Bekerja dengan keimanan. Maka keajaiban akan menyapa dari arah tak terduga.
”Upayakan dahulu masalahnya, lalu bertawakallah” (HR.Tirmidzi)
Majalengka
– Jawa Barat, 29 Oktober 2014, pukul 20.30 WIB
dibuat untuk website Lingkar Pengajian Beijing
http://lingkarpengajianbeijing.com/kabinet-kerja-dan-keajaiban-keimanan/