Salah
satu keuntungan mempunyai teman yang hidupnya kekurangan, senantiasa kepepet,
prihatin (perih-perih dibatin) di negeri orang adalah semangatnya dalam meraih
mimpi-mimpinya. Banyak pelajaran hidup di dunia nyata yang sangat keras yang
dapat dicontoh. Jumat pekan lalu (24 Mei 2013), aku berjumpa dengan sobat lama
di KBRI, Beijing. Ini kali kedua aku bertemu dengannya di China setelah
bertahun-tahun tidak ketemu, walaupun sama-sama asli Yogyakarta .
Langsung
kita ‘berkhalwat’ di ruangan ibu-ibu dharma wanita KBRI, samping pos jaga
securiy. Sambil minum kopi, aku dan dia ngobrol asyik, sharing pengalaman. Ternyata
aku jauh lebih beruntung dari dia. Datang ke China tahun 2012 lalu, dia hanya
diberi uang hidup sangat minim oleh kantornya tempat dia bekerja. 250 RMB (1
RMB= ± Rp 1500,-) untuk satu bulan!!
Memang
awalnya mantab, alias makan tabungan Oh iya, biaya untuk survive di China sekitar
600-700RMB/bulan, dengan syarat masak sendiri, tidak jajan di luar.
Kemudian
dia putar otak bagaimana agar dapat uang di China, minimal bisa survive. Untuk uang
sekolah sudah beres, termasuk tempat tinggal di lingkup kampus.
Semester
tahun lalu dia pernah ngomong ke teman-temannya Indonesia di kampusnya, kalau
dia sangat ingin membuat atau main fim di China. Sontak teman-temannya
menertawakannya. Untuk makan sehari-hari saja susah, termasuk baru saja belajar
Bahasa China, kok mau main film segala.
Untung
kampusnya cukup banyak mahasiswa Indonesia dan banyak kegiatan seni. Sering grup
seni Indonesia tampil pada acara dan kegiatan kampus. Beberapa kali pentas di
dalam dan luar kampus sampai membawanya berkenalan dengan salah seorang kru TV
lokal.
Akhirnya
dengan kemampuan teknik lobi dan olah vokal yang dilandasi rasa percaya diri
yang besar, dia bisa melakukan pendekatan dan diajak ‘ngamen’ oleh kru TV
tersebut. Hasil ngamen tersebut ternyata menghasilkan Yuan, alias uang yang
jumlahnya lumayan, bisa untuk menyambung hidup di rimba persilatan tiongkok.
Sekitar
2 bulan yang lalu dia dapat ide untuk membuat musikalisasi puisi karangan Mao
Zedong, pimpinan pertama RRC, tokoh yang sangat dikagumi dan dipuja rakyat China.
Tidak banyak orang China yang mengetahui puisi-puisi karangan Mao Zedong. Dia
sangat percaya orang China akan sangat respek jika ada orang asing mampu
membawakan puisi tokoh pujaannya.
Tujuan
lainnya adalah dia ingin ‘menohok’ orang China langsung ke tenggorokannya
dengan puisi ini. Segera dia ajak teman-temannya untuk membuat musikalisasi
puisi.
Masalah
menghadang. Tidak ada orang Indonesia di provinsi tempat dia tinggal punya alat
musik seperti keyboard dlsb. Dia hanya punya gitar, itu saja pemberian
seseorang.
Man jadda wa jadda,
siapa bersungguh-sungguh akan menuai hasil ..
Pemain
keyboard dia peroleh mahasiswi Indonesia yang sering tampil di gereja. Untuk keyboard-nya
sendiri akhirnya dapat pinjaman dari teman mahasiswa China. Tentu tetap
menggunakan teknik lobi dan olah vokal dalam memperoleh keyboard pinjaman.
Sesekali
mahasiswa China ini dia ajak menikmati olahan masakan Indonesia untuk menjaga
hubungan baik. Untuk instrumen musik lainnya seperti ketipung dia buat sendiri
bersama teman-temannya dari pipa besar plus karet. Eureka!
Musikalisasi
puisi Mao Zedong tentang cinta dan perjuangan-pun berjalan. Diawali dari pentas
di kampus sampai memenuhi pesanan tampil di beberapa tempat di luar kampus.
Segera
muncul ide lain membuat video klip musikalisasi puisi. Teman China dihubungi
untuk dimintai tolong dalam pembuatan video klip. Yup, karena WNI disini dalam
keterbatasan. Apalagi permohonan ke salah seorang staf KBRI tidak dikabulkan.
Dampak
dari pentas di beberapa tempat sampai masuk TV lokal membuatnya berkenalan
dengan salah seorang ‘Donjuan’ yang mempunyai holding company. Bahkan dia
diajak berkeliling ke beberapa pabrik atau perusahaannya.
Mimpi
lainnya yakni membuat atau main film juga terwujud. Berawal dari ide yang
disampaikannya ke TV lokal tentang film pendek orang asing, dia diminta untuk
menuliskan jalan cerita.
Hasil
awal kerja keras membuat jalan cerita film pendek adalah DITOLAK.
Tidak
putus asa, dia cari jalan cerita lain. Dia memikirkan suatu jalan cerita agar
dia yang belum bisa Bahasa China bisa menjadi pemain utama. Akhirnya ditemukan
jalan cerita dimana berkomunikasi dengan minim Bahasa China, yakni dengan orang
bisu tuli!!
Singkat
cerita sebelum kita ngobrol di KBRI, dia sudah menyelesaikan beberapa screen
film pendek yang dia buat. Dia berperan sebagai tokoh utama. Teman-temannya
yang dulu meremehkan dan menertawakannya akhirnya terdiam.
3
hari sesudah memperoleh cerita luar biasa ini, tiba-tiba aku juga mengalaminya
sendiri. 1 jam setelah aku sms teman China yang sama-sama satu bimbingan
profesor tiba-tiba memberitahu kalau riset yang akan aku lakukan di China dapat
dana. Aku diminta mengambil dana termin pertama ini di tempatnya.
Terbayang
2 bulan yang lalu saat aku ganti tema riset tesis karena aku ingin publish
paper di China sekaligus bisa jalan-jalan gratis. Maklum disini uang beasiswaku
juga pas-pasan.
Dari
teman-teman sekelas, risetku satu-satunya yang dapat bantuan dana. Selain aku,
semuanya memilih riset di negaranya. Mereka ketakutan mengalami kesusahan dalam
menjalankan riset karena keterbatasan kemampuan Bahasa China.
Aku
berpikir lain. Keterbatasanku dalam Bahasa China sementara aku kesampingkan. Aku
dapat memanfaatkan dengan mengambil student China yang pintar Bahasa Inggris
sebagai guide dan penerjemah.
Begitu
pula saat teman-teman lain hanya fokus menyelesaikan paper tugas kuliah, aku berpikir
bagaimana bisa produktif. Yup, sekolah LN harus bisa aku manfaatkan untuk
menghasilkan sebuah karya yang mengesankan.
Aku
awali dengan membuat tulisan hasil traveling di hampir tiap akhir pekan. Di
sela-sela membuat tugas paper aku usahakan juga membuat beberapa tulisan untuk
buletin kantor, koran KR, dan majalah Kehutanan pusat.
Alhamdulillah
semuanya di-approved. Tulisan di rubrik Pariwisata KR langsung memuat tulisanku
setelah 3 hari aku kirim via email.
Kesuksesan-kesuksesan
kecil ini semakin melecut semangatku untuk produktif saat di negeri orang.
Di
saat banyak orang berpikir kalau sekolah di LN itu identik dengan prestis,
jalan-jalan, foto dan upload Facebook; kami memilih untuk tetap berpikir dan
berjuang keras mewujudkan mimpi dengan sumber daya yang terbatas.
Prestis
bukanlah tujuan kami dalam hidup di negeri orang. tapi belajar mengembangkan potensi diri-lah yang
paling utama ..
Belajar
mengatasi rintangan, hambatan dan masalah kehidupan di negeri orang ..
Dilandasi
rasa percaya diri dan husnudzon pada-Nya kami berusaha mewujudkan mimpi ..
“Kesungguhan itu ada
buahnya. Tapi bahkan ketika buahnya belum matang, daun-daunnya sudah
meneduhkan!”
(komentar
seorang teman di FB)
BJFU
Apartment, kamar 704, 31 Mei 2013, 00.15
#tulisan ini aku persembahkan untuk:
1. Orang tua yang selalu mendoakan anaknya, terutama ibunda ..
2. Istri dan anak-anakku
3. Para tholibul ilmi di negeri orang
4. Remaja masjid dan pejuang dakwah, ingat, Allah mengikuti prasangka hamba-Nya!
5. Golongan prihatin & kepepet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar