Hari
raya Idul Adha di China jatuh pada hari Jumat tanggal 26 Oktober 2012. Etnik-etnik
Muslim di Tiongkok, seperti Hui dan Uyghur di Ningxia dan Xinjiang merayakan
hari raya dengan meriah. Di Beijing sendiri ada 20 masjid yang menjadi lokasi
sangat bersejarah. Bangunannya masih terjada keasliannya.
Kami mahasiswa Master
dan PhD muslim dari Indonesia (12 orang) memilih untuk melaksanakan sholat di
masjid Madian. Masjid yang berlokasi di jalan Madian Selatan, Distrik Haidian merupakan
salah satu masjid terkenal di Beijing, karena dibangun pada masa
pemerintahan Kaisar Kangxi (Dinasti Qing) lebih 300 tahun yang lalu.
Luasnya 3,800 meter persegi.
Aku
berangkat dari apartemen pukul 07.15 menuju Beihang University untuk kumpul di
apartemen teman-teman Indonesia. Beihang adalah perguruan tinggi aeronautica
dan astronomi. Teman-teman LAPAN Kemenristek banyak yang studi disini. Kami
berangkat dari Beihang pukul 08.00 menuju stasiun subway/kereta Zhicunlu yang
ada di Selatan kampus Beihang.
Sepanjang
jalan kami bertemu saudara-saudara muslim yang juga akan berangkat sholat Ied.
Mayoritas dari Pakistan. Mahasiswa Pakistan banyak yang studi di Beihang, tak
heran teknologi mereka cukup maju. Mungkin China mendorong Pakistan agar studi
disini, karena China dan Pakistan menganggap India sebagai ‘musuh’.
Pakistan
sering terlibat kontak senjata dengan India karena masalah perbatasan wilayah.
Sedangkan China geram dengan India karena melindungi pengikut Dalai Lama di
Tibet yang tidak mau menyatu dengan China. Orang Pakistan memilih sholat Ied di
kedutaan mereka. Ada 2 kedubes yang menyelenggarakan sholat Ied, yakni Kedubes
Pakistan dan Sudan.
Temannya
Uvi, seorang putri dari Vietnam juga ikut. Temannya memakai celana panjang dan
baju serta kerudung yang hanya dipasang seperti selendang di kepala. Ternyata non-muslim.
Dia ikut karena ingin menyaksikan secara langsung. Semoga dapat hidayah untuk
memeluk Islam. Amiin.
Sampai
di Zhicunlu, kami langsung naik subway melewati 3 stasiun untuk menuju stasiun Jindamen. Begitu sampai Jindamen, kami
keluar dan jalan kaki sekitar 500 meter menuju Masjid Maidian.
Tiba
di Masjid Madian pukul 08.45 waktu China (07.40 WIB). Masjid tampak ramai,
walaupun cuaca mendung dan agak dingin. Alhamdulillah kami masih dapat tempat
walaupun di halaman depan masjid, karena dalam masjid sudah penuh jama’ah. Di
halaman sudah dipasang karpet hijau untuk alas sholat. Tidak ada gema takbir
seperti di Indonesia.
Suasana Masjid Maidian sebelum sholat Idul Adha
Sekitar
pukul 08.45 terdengar alunan bacaan Qur’an dengan logat yang aneh bagi kami.
Ternyata bacaan ayat kursi dan surat di juz 30. Tepat pukul 09.00 ada ceramah
dalam bahasa China. Kami mencoba mencerna isi pengajiannya, walaupun sangat
sulit, karena kemampuan bahasa China kami masih sangat terbatas.
Suasana
jadi tambah dingin. Sekitar pukul 09.30 masuklah ke dalam masjid beberapa tetua
takmir masjid Madian dengan pakaian gamis warna putih dan surban putih serta membawa
dupa. Tercium bau wangi. Kemudian terdengar perintah untuk persiapan sholat
Idul Adha.
Tetua takmir masjid memasuki masjid Maidian
Takbiratul
Ikhram raka’at pertama ternyata 5 kali, sedangkan pada raka’at kedua takbiratul
ikhram ada pada sebelum rukuk sebanyak 3 kali. Hampir semua dari kami terlanjur
rukuk, bahkan ada teman yang hampir akan sujud. Selesai sholat kami semuanya
tersenyum penuh arti, menyadari perbedaan dengan yang ada di Indonesia.
Selesai
sholat dilanjutkan khutbah dalam bahasa Arab selama 7 menit. Kemudian tiba-tiba
jama’ah berdiri semua dalam posisi akan sholat. Ternyata jama’ah sholat munfarid
(sendiri). Kami duga sholat sunnah, akhirnya kami niatkan untuk sholat dhuha.
Setelah
sholat sunnah, acara sholat Ied selesai. Di dekat pintu keluar masjid ternyata ada
stand pembagian bubur dan roti untuk jama’ah. Suasana ramai-penuh sesak,
berebut makanan. Setelah antrian berkurang, kami ikut antri untuk mendapatkan
bubur. Kami ingin mencobanya. Kelihatan seperti bubur kacang hijau. Kondisi diluar
yang dingin memicu untuk makan bubur panas.
Bubur kambing
Akhirnya
kami memperoleh bubur yang dibungkus mangkuk plastik bening dengan tutupnya.
Kami tidak kebagian roti karena sudah habis. Beberapa saat setelah mencicipi
bubur tersebut, kesan kami semuanya sama, “Bubur yang aneh.” Sepertinya terbuat
dari kacang merah dengan campuran daging kambing.
Rasanya
agak asin, dengan bau khas daging kambing, ‘prengus.’
Kami tidak kuat menghabiskannya. Hanya bertahan 3 sampai 5 suap saja. Banyak
juga orang China yang habis memakannya. Mungkin sudah biasa bagi mereka.
Dari masjid
Madian kami langsung menuju asrama mahasiswa asing Beihang University. 7 orang
dari kami studi di kampus ini telah memasak masakan khas Indonesia, yakni
rendang. Sehari sebelum Idul Adha beberapa teman dari Beihang ternyata sudah
membeli daging di toko muslim. Ada yang membawa bumbu masak rendang, sehingga
malam sebelum Idul Adha dapat langsung dimasak.
Kami semua
memakannya dengan lahap, karena merupakan masakan langka disini. Acara ini
sangat berkesan bagi kami yang jauh dari keluarga, sehingga tetap dapat
merayakan hari besar. Semoga ke depan dapat semakin meningkatkan tali
silaturrahim diantara muslim Indonesia di Beijing.
Beijing, 26 Oktober 2012, pukul 23.00 Waktu Beijing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar