Suatu hari saya dan istri berdiskusi tentang peta dan kondisi dakwah di kampung. Mulai dari pengurus yang ‘mbalelo’, bidang kaderisasi yang tidak jalan, sampai lemahnya komitmen mengikuti ta’lim. Akhir diskusi diambil kesimpulan bahwa silakan bagi pengurus atau aktivis yang ‘mbalelo’ boleh keluar dari gerakan dakwah ini.
Memang kelangsungan dakwah telah mendapatkan jaminan dari Allah SWT. Akan tetapi ia juga berhubungan dengan kontribusi dakwah. Ia ibarat tetesan darah yang memperpanjang usia perjalanan dakwah ini. Oleh karenanya pengorbanan aktivis terhadap dakwah menjadi sangat vital.
Dakwah bisa terus berjalan atau mandeg lantaran pengorbanan aktivis dan pengurusnya. Mereka yang terdepan dalam memberikan kontribusinya, merekalah yang menjadi pelangsung dakwah. Sebaliknya mereka yang manja dan lemah, menjadi penyebab mandul atau matinya dakwah. Karena mereka tidak memberikan pengorbanan, Allah SWT akan menggatikannya dengan aktivis yang lainnya. Hal itu terjadi untuk mensinambungkan gerak perjalanan dakwah.
Piknik TPA Baiturrahim Patangpuluhan tahun 2000
“Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan (Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu (ini)”. (Q.S. Muhammad: 38)
Rasulullah saw. bersabda, ”Senantiasa ada sekelompok orang dari umatku yang menyeru dan menegakkan kebenaran, sampai datang kepada mereka ketentuan Allah (kemenangan).” (HR. Bukhari)
Dakwah tidak membutuhkan seseorang yang lemah dan manja. Kita-lah yang butuh dakwah, kita-lah yang butuh ta’lim/pengajian; karena kita sangat membutuhkan Rahmat-Nya. Kereta dakwah ini tetap berjalan dengan atau tanpa kita.
Kaliurang/kantor BTNGM, 24-3-2011