Sabtu, 23 November 2024

'Best Tourism Villages' Wukirsari

Provinsi D.I. Yogyakarta kembali menorehkan prestasi pada bidang pariwisata. Bersama Desa Wisata Jatiluwih, Bali; Desa Wisata Wukirsari, Imogiri, Bantul menerima penghargaan Best Tourism Villages 2024 dari organisasi pariwisata dunia UNWTO (United Nations World Tourism Organization) edisi keempat yang diselenggarakan di Cartagena de Indias, Kolombia, Kamis, 14 November 2024, atau Jumat, 15 November 2024, waktu Indonesia.

Rubrik Opini koran Kedaulatan Rakyat tanggal 23 November 2024 halaman 11


Penghargaan Best Tourism Villages atau Desa Wisata Terbaik Dunia itu bertujuan untuk menjaring desa-desa yang berhasil mengembangkan pariwisata secara berkelanjutan dengan melibatkan masyarakat setempat dan melestarikan tradisi lokal. Program itu menghimpun jaringan desa wisata global terbesar dengan 245 desa hingga 2024. Wukirsari dan Jatiluwih berhasil mengikuti jejak Desa Wisata Nglanggeran, DIY yang meraih gelar pada 2021 dan Desa Wisata Panglipuran, Bali pada 2023.

 

Wakil Desa Wisata Tingkat Dunia dari Indonesia jadi 4, yakni 2 dari DIY, dan 2 dari Bali. Keempat desa wisata tersebut telah memiliki sertifikat desa wisata berkelanjutan serta lolos sembilan poin penilaian desa wisata Tingkat dunia. Penilaian tersebut yakni (1) sumber daya alam dan budaya; (2) promosi dan konservasi sumber daya budaya; (3) keberlanjutan ekonomi; (4) keberlanjutan sosial; (5) keberlanjutan lingkungan; (6) pengembangan pariwisata dan integrasi rantai nilai; (7) tata kelola dan prioritas pariwisata; (8) infrastruktur dan konektivitas; serta (9) jaminan kesehatan, keselamatan, dan keamanan (UNWTO, 2024).

 

Desa Wisata Wukirsari pada tahun 2023 meraih Juara 1 pada klasifikasi Desa Wisata Maju pada ADWI (Anugerah Desa Wisata Indonesia) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Selain itu Wukirsari juga memecahkan rekor MURI dengan jumlah pembatik terbanyak (640 orang) di Indonesia, menjadi daya Tarik wisatawan. Kenaikan kelas desa wisata Wukirsari cukup cepat, dari juara ADWI pada tahun 2023 menjadi Tingkat dunia UNWTO di tahun 2024, karena memiliki dua warisan budaya tak benda dunia. Dua warisan ini adalah berupa batik dan wayang (300 perajin). Wukirsari berubah dari desa buruh batik menjadi desa wisata batik inovatif, memadukan warisan budaya dengan praktek ekonomi kreatif berkelanjutan. Kerajinan batik Wukirsari merupakan batik tulis warisan Kerajaan Mataram Islam sejak Sultan Agung Hanyokrokusumo pada tahun 1634.

 

Desa Wisata Wukirsari juga menjadi model pariwisata berkelanjutan karena inisiatif “Becik Resik Karangkulon”, yakni program zero waste, pengelolaan sampah bebas plastik. Kegiatan pasar lokal seperti Sor Jati dan Jolontoro mempromosikan nilai-nilai tradisional dengan menggunakan dedaunan dan bahan alam sebagai bungkus untuk menghindari konsumsi plastik. Selain itu Wukirsari juga menekankan konservasi air dan perlindungan keanekaragaman hayati untuk mempertahankan lingkungan alam. Komitmen ini telah mengukuhkan Wukirsari sebagai Pariwisata Berkelanjutan yang tersertifikasi Desa oleh Dewan Pariwisata Berkelanjutan Indonesia (ISTC).

 

Wukirsari juga menetapkan standar pelayanan sesuai ISO 9001:2015, memastikan wisatawan memperoleh keramah-tamahan tinggi saat menikmati budaya lokal Wukirsari. Ada standar pada setiap aspek wisata mengikuti prosedur pelayanan dari kedatangan hingga pengalaman tinggal yang ramah dan berkesan (UNWTO, 2024). Wukirsari menggabungan manajemen modern dengan pesona alam dan warisan budaya.

 

Pengembangan Desa Wisata merupakan langkah pemerintah untuk menggali potensi baru kepariwisataan di daerah, juga untuk mendorong transformasi sosial, budaya, dan ekonomi desa, yang pada akhirnya dapat berdampak bagi kesejahteraan masyarakat setempat. ADWI merupakan transformasi dari kebijakan pembangunan Desa Wisata yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sejak tahun 2021 hingga saat ini. ADWI diharapkan dapat menjadi wahana promosi wisata bagi wisatawan domestik maupun mancanegara, serta memotivasi pemerintah desa dan pemerintah daerah di seluruh Indonesia untuk dapat mengembangkan dan menggali potensi wisata di daerahnya.

 

Peserta ADWI merupakan desa-desa wisata unggulan di seluruh Indonesia, pada malam puncak ADWI akan dipilih beberapa desa wisata terbaik sesuai nominasi. Pada ADWI tahun 2024 pada 17 November 2024, wakil DIY meraih Juara 1 Kategori Desa Wisata Maju yakni Desa Wisata Jatimulyo, Girimulyo, Kulon Progo; dan Juara 1 Kategori Kelembagaan dan SDM yakni Desa Wisata Krebet, Pajangan, Bantul. Desa Wisata Sambirejo, Prambanan, Sleman dan Kampung Wisata Rejowinangun, Kotagede, Yogyakarta juga meraih penghargaan kategorei Desa Wisata Berkalanjutan. Semoga ADWI ini membawa dampak secara langsung bagi desa wisata tersebut, baik secara ekonomi, sosial, dan budaya dalam masyarakat.

 

Yogyakarta, 18 November 2024

Ttd

 

Arif Sulfiantono, M.Agr., M.S.I.

Penyuluh Wisata Dispar DIY & Dosen Praktisi Prodi Bisnis Perjalanan Wisata Sekolah Vokasi UGM

Rabu, 04 September 2024

WISATA SUMBU FILOSOFI


12 tahun lalu hari bersejarah bagi identitas dan budaya istimewa Yogyakarta, yakni saat disahkan Undang-undang No. 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 31 Agustus 2012. 11 tahun kemudian disusul penetapan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan budaya dunia dalam Sidang ke-45 Komite Warisan Dunia atau World Heritage Committee (WHC) di Riyadh, Arab Saudi pada tanggal 18 September 2023.

Dalam daftar Warisan Dunia UNESCO, Sumbu Filosofi Yogyakarta bertajuk lengkap The Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks, dicetuskan pertama kali oleh Raja Pertama Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono I pada abad ke-18. Konsep tata ruang Sumbu Filosofi Yogyakarta ini dibuat berdasarkan konsepsi Jawa dan berbentuk struktur jalan lurus yang membentang antara Panggung Krapyak di sebelah Selatan, Keraton Yogyakarta, dan Tugu Yogyakarta di sebelah Utara.

Terbit di Redaksi OPINI koran Kedaulatan Rakyat tanggal 4 September 2024 halaman 11

Struktur jalan tersebut termasuk beberapa kawasan disekelilingnya yang penuh simbolisme filosofis merupakan perwujudan falsafah Jawa tentang keberadaan manusia. Meliputi daur hidup manusia (Sangkan Paraning Dumadi), kehidupan harmonis antar manusia dan antara manusia dengan alam (Hamemayu Hayuning Bawana), hubungan antara manusia dan Sang Pencipta, antara pemimpin dan rakyatnya (Manunggaling Kawula Gusti), serta dunia mikrokosmik dan makrokosmik.

Sumbu Filosofi yang terletak di pusat kota membuat eksistensi atribut-atribut Sumbu Filosofi tersebut harus berdampingan dengan berbagai aktivitas sosial dan ekonomi yang cukup dinamis. Keunikan dan kekhasan dari Sumbu Filosofi menjadi destinasi wisata unggulan Yogyakarta. Sepanjang Tugu hingga Kraton Yogyakarta hampir tidak pernah ‘tidur’ atau sepi dari wisatawan atau pengunjung. Pemda DIY dan beberapa komunitas pegiat wisata membuat paket wisata Sumbu Filosofi.

Dinas Kebudayaan DIY (Kundha Kabudayan) membuat paket keliling Sumbu Filosofi dengan menggunakan armada Bus. Armada yang diberi nama Jogja Heritage Track (JHT) diawali dari Kantor Disbud DIY melewati Tugu Pal Putih menuju Museum Sonobudoyo untuk melihat keraton dilanjutkan menuju Panggung Krapyak sebelum akhirnya kembali ke Kantor Disbud DIY. Tur dengan JHT selama sekitar1,5 jam ini terasa mengasyikan dan menyenangkan.

Bus JHT melayani tiga kali perjalanan setiap Senin-Jumat, dan Sabtu dua kali perjalanan. Total bus JHT melayani 17 kali perjalanan selama Senin-Sabtu dengan target sebesar 1.360 track per tahun (Humas Pemda DIY, 2023). Sayangnya track ini tidak diawali dari daur hidup manusia (Sangkan Paraning Dumadi), yakni dari Panggung Krapyak, sehingga ada yang ‘hilang’ dari makna Sumbu Filosofi.

Kemudian Pokdarwis Suryatmajan, Kemantren Danurejan yang masih satu kawasan dengan Malioboro merintis wisata sepeda Sumbu Filosofi yang diberi nama ‘Onthel Cycling Heritage Tour’. Wisata ni menggunakan sepeda onthel Jawa menyusuri rute kawasan Kotabaru, Tugu Pal Putih, Jalan Margo Utomo, Jalan Malioboro, Kepatihan atau Kantor Gubernur DIY, Kampung Ketandan, Jalan Margo Mulyo, Kawasan Titik Nol, Pasar Beringharjo, Lorong Sayur Suryatani Kampung Suryatmajan, dan kembali ke titik berangkat di Kampung Suryatmajan.

Walaupun wisata onthel tersebut kurang mengena Sumbu Filosofi tetapi dapat mengenalkan Sejarah Keistimewaan DIY. Peminatnya-pun lumayan banyak. Paket wisata yang tak kalah unik dan menarik adalah wisata ‘Abdi Dalem’ Kraton Jogja. Wisatawan diberi seragam pakaian Abdi Dalem Kraton Jogja, termasuk yang putri dirias sanggul lengkap seperti Abdi Dalem Kraton.

Wisatawan kemudian diajak masuk ke dalam Kraton untuk berpraktek seperti Abdi Dalem, dan diakhiri dengan makan siang khas sajian Kraton di Bale Raos. Sayangnya paket wisata terbatas ini baru tahap uji coba, belum di-launching untuk wisatawan umum. Paket wisata sejenis ini juga dilakukan oleh Pokdarwis Kadipaten Kemantren Kraton dengan paket ‘Dinner’ di Dalem Kaneman. Wisatawan makan malam khas kuliner Jogja dengan pakaian Gagrak Jogja sambil menikmati tarian khas Jogja.

Wisata Sumbu Filosofi ternyata memiliki daya Tarik bagi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, sehingga perlu ‘digarap’ secara serius. Masyarakat perlu digandeng untuk ikut terlibat, tentu dalam bentuk kelembagaan resmi. Misalnya sepanjang Tugu Pal Putih sampai Panggung Krapyak sudah ada kampung wisata Cokrodiningratan, Sosromenduran, Ratmakan, Suryatmajan, Sayidan, Kauman, Dipowinatan, dan Tamansari. Kampung wisata ini dapat diberdayakan melalui pelibatan dalam pembuatan atraksi wisata Sumbu Filosofi. Tidak ketinggalan Pentahelix (Pemerintah, Masyarakat, Akademisi, Media, Bisnis) perlu dilibatkan secara intensif untuk menunjang wisata Sumbu Filosofi.

Yogyakarta, 26 Agustus 2024

Ttd

 

Arif Sulfiantono, S.Hut., M.Agr.

Penyuluh Wisata Dinas Pariwisata DIY & Dosen Praktisi Prodi Bisnis Perjalanan Wisata Sekolah Vokasi UGM

Kamis, 18 Juli 2024

KALURAHAN BERDAYA

 

Di pertengahan tahun 2024 ini Pemerintah Daerah DIY mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 242/KEP/2024 tentang Penetapan Desa/Kalurahan Mandiri Budaya pada tanggal 21 Juni 2024. Keputusan Gubernur ini menetapkan 8 desa/kalurahan di 4 kabupaten menjadi Desa/Kalurahan Mandiri Budaya, melengkapi 25 Desa yang sudah menyandang Desa Mandiri Budaya yang dimulai dari tahun 2020.

 

Sejak 2020 Pemda DIY mengeluarkan kebijakan tentang Desa Mandiri Budaya untuk mendukung upaya penguatan kalurahan melalui 4 pilar program, yaitu: Desa Budaya, Desa Wisata, Desa Prima dan Desa Preneur. Desa/Kalurahan Mandiri Budaya ini nantinya memperoleh Bantuan Keuangan Khusus Desa Mandiri Budaya (BKK DMB) dari Dana Keistimewaan untuk kegiatan pembangunan desa selama 3 tahun.


Kolom OPINI koran Kedaulatan Rakyat (KR) tanggal 18 Juli 2024 halaman 11


BKK DMB ini digunakan oleh Kalurahan untuk mewujudkan Kalurahan Berdaya untuk mengatasi isu strategis di DIY, yakni: (1) Kenakalan remaja; (2) Kesenjangan dan pengangguran; (3) Stunting; (4) Kemiskinan; (5) Pengelolaan sampah; dan (6) Restorasi sosial. Untuk itu kalurahan harus menyusun program ideal dengan mengidentifikasi dan memaksimalkan potensi lokal; fokus, jelas, dan terkonsep arah dan tujuannya (sesuai masterplan); prospektif dan berkelanjutan (terlihat hasil kemanfaataannya); pemberdayaan/pelibatan masyarakat lokal; dan penyebarluasan informasi yang keren dan up to date/dinamis (menjangkau seluruh lapisan masyarakat).

 

Sebelum pelaksanaan kegiatan menggunakan BKK DMB, kalurahan harus berpedoman pada Masterplan yang dibuat oleh OPD Pendamping (Dinas Kebudayaan, Dinas Pariwisata, Dinas Koperasi dan UMKM, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk). Masterplan yang dibuat harus merujuk pada potensi desa, yang dalam ilmu pariwisata dikenal dengan pembuatan Unique Selling Point (USP).

 

USP adalah produk unik/khas unggulan dari desa dan menjadi nilai jual yang membedakan dengan desa lain. Contoh dari USP adalah Wukirsari Imogiri Bantul dengan USP produk kerajinan batik, Pagerharjo Samigaluh Kulon Progo dengan produk teh, Nganggring Turi Sleman dengan edukasi budidaya kambing ettawa, Katongan Nglipar Gunungkidul dengan produk aneka makanan olahan lidah buaya.

 

Produk unggulan kalurahan ini dapat diberdayakan dengan menggunakan tanah kalurahan atau Tanah Kas Desa (TKD). Pemda DIY telah mengeluarkan Peraturan Gubernur DIY Nomor 24 Tahun 2024 tentang Pemanfaatan Tanah Kalurahan. Penggunaan tanah kalurahan ini dapat digarap Pemerintah Kalurahan, kelompok/warga masyarakat setempat serta masyarakat miskin setempat dan pengangguran. Dalam pemanfaatannya dapat digunakan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat miskin setempat dan mengurangi angka pengangguran.

 

Salah satu kegiatan BKK DMB yang sudah menunjukkan hasilnya adalah produk kue bolu kelapa Kalurahan Putat, Patuk, Gunungkidul. Produk kue dari Desa Prima Gumregah yang salah satu unsur dari Desa Mandiri Budaya Putat ini sudah omzet penjualannya pada tahun 2023 mencapai 1 Milyar; naik pada tahun 2024 mencapai 200 juta untuk tiap bulannya (Paniradya, 2024). Program BKK DMB yang berhasil lainnya adalah Angkringan Kolam Ikan Desa Mandiri Budaya Gilangharjo, Pandak, Bantul yang dikelola oleh Desa Wisata Kajii. Angkringan yang dirintis pada tahun 2023 dan dibuka pada Maret 2024 ini telah menghasilkan omzet bulanan mencapai 50 juta dan merekrut pengangguran 3 orang menjadi tenaga kerja.

 

2 kegiatan ini sudah tepat sasaran sesuai manfaat BKK DMB yakni mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Kegiatan yang disusun sesuai USP dan Masterplan dan dikerjakan oleh SDM yang berkapasitas merupakan kunci dari kesuksesan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Ppendampingan yang intensif dari OPD pendamping melalui monitoring dan evaluasi rutin juga dibutuhkan agar kegiatan BKK DMB berjalan sesuai road map.

 

Selain itu Lurah memegang peran penting. Dalam evaluasi kegiatan BKK DMB masih masih dijumpai Lurah yang belum memahami peta potensi Desa, baik SDA maupun SDM serta mekanisme dari BKK DMB. Ada lagi yang Lurah memegang peran kuat dalam kalurahan, sehingga pamong dibawahnya tidak berani bergerak tanpa perintahnya, sehingga kegiatan kalurahan berjalan di tempat.

 

Lurah, sebagai pemimpin masyarakat lokal sudah seharusnya menjadi agen pembelajaran dan perubahan untuk inisiatif masyarakat lokal (Tyler, 2006 dalam Indiyanto 2012). Lurah harus mampu menjembatani dan berbicara dengan dua bahasa (bahasa sains dan bahasa pengetahuan lokal). Oleh karena itu, Lurah perlu dibekali dengan keilmuan mekanisme pelaksanaan BKK DMB agar tepat sasaran dan berkelanjutan mewujudkan Kalurahan Berdaya.

 

Yogyakarta, 15 Juli 2024

Ttd

 

Arif Sulfiantono, M.Agr., M.S.I.

Pendamping Desa Mandiri Budaya DIY & Dosen Praktisi Prodi Bisnis Perjalanan Wisata Sekolah Vokasi UGM

Sabtu, 09 Maret 2024

PARIWISATA BERKUALITAS

 

Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO) menyatakan bahwa pariwisata global telah berada pada kondisi pemulihan hampir 90% seperti situasi sebelum pandemi Covid-19. Menurut data UNWTO (2023) 975 juta wisatawan melakukan perjalanan internasional antara Januari dan September 2023, meningkat 38% dibandingkan bulan yang sama tahun 2022. Hal ini juga dibuktikan dengan jumlah kunjungan wisatawan dari luar yang berlibur ke Yogyakarta selama Nataru sekitar 7 juta orang (KR, 31/1).

Pariwisata adalah sektor unggulan pembangunan yang telah direncanakan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah dengan tujuan menjadi salah satu kontributor utama dalam pertumbuhan ekonomi. Arah perencanaan pembangunan pariwisata sangat penting untuk diperhatikan, salah satunya mengarah pada konsep yang berkualitas (quality tourism).


Menurut Jeff Bezos -pendiri amazon.com- (2021) pada era digital, pariwisata harus berinovasi memenuhi kebutuhan dan harapan wisatawan yang terus berkembang. Pariwisata merupakan salah satu pilar pembangunan nasional sekaligus berfungsi sebagai pendukung pertumbuhan ekonomi, berkelanjutan, dan inklusif. Bahkan pariwisata dapat untuk penanggulangan kemiskinan dan pengangguran.



Kolom ANALISIS koran KR (Kedaulatan Rakyat) tanggal 9 Maret 2024 halaman 1 & 7


Hal ini diaplikasikan dalam penerapan Desa Mandiri Budaya sejak 2021 melalui Dana Keistimewaan (Dais). Gubernur DIY -Sri Sultan HB X- menginginkan hasil Dais nanti seperti Desa Wisata Nglanggeran (Gunungkidul), Mangunan (Bantul), dan Breksi (Sleman) yang bertransformasi menjadi desa maju melalui pariwisata. Sayangnya mayoritas kalurahan penerima Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Desa Mandiri Budaya (DMB) melalui Dais masih latah dalam membangun wisata didesanya.


Latah disini yakni meniru destinasi wisata dengan membangun obyek wisata seperti spot selfie, tanpa membuat kajian dan perencanaan yang matang. Obyek wisata seperti ini dianggap oleh Desa dapat menarik banyak wisatawan, padahal hanya berusia pendek. Membanjir di awal karena faktor media sosial, kemudian menurun drastis, karena ada faktor kebosanan.


Hal ini dialami oleh Desa Wisata Nglanggeran yang pada awalnya fokus pada wisata Gunung Api Purba. Pada tahun 2014 pengunjung wisata Nglanggeran mencapai 325.303 orang (476 diantaranya mancanegara), omset Rp 1.422.915.000,-. Ternyata banyaknya pengunjung juga membawa dampak buruk, seperti sampah dan vandalism.


Kemudian Nglanggeran mengubah strategi pada quality tourism, yakni edukasi coklat, belajar budaya, pertanian, dll. Pada tahun 2019 pengunjung wisata Nglanggeran turun menjadi 103.107 orang, tapi omset mencapai Rp 3.273.593.400,-. Terbukti pariwisata berkualitas dapat menaikkan pertumbuhan ekonomi desa.


Dalam quality tourism ada 3 unsur yang perlu diperhatikan. Pertama, durasi wisatawan tinggal di destinasi (Length of Stay/LoS), tidak hanya kuantitas wisatawan (quantity tourism) yang dihitung. Kedua, pengeluaran wisatawan selama berwisata atau jumlah belanja di destinasi. Ketiga adalah penciptaan lapangan kerja. Wisata di Nglanggeran mampu mencegah angka urbanisasi ke kota, generasi muda memilih mengembangkan atraksi wisata desa seperti edukasi wisata geopark, pertanian, budidaya coklat, hingga terapi Spa menggunakan bahan dari herbal lokal.


Salah satu strategi pariwisata menuju quality tourism sehingga mempunyai nilai lebih dan berbeda (tidak latah) adalah dengan identifikasi USP (Unique Selling Point). Dengan USP destinasi akan memiliki karakter atau DNA yang kuat, yang membedakan dengan desa lainnya. Menurut Capsey (2010) identifikasi USP merupakan langkah pertama yang perlu dilakukan sebuah wilayah untuk mengembangkan kepariwisataannya sehingga tepat sasaran dan berbeda dengan wilayah lainnya. 


Melalui keunikannya dan berbeda, destinasi pariwisata ini akan menjadi menonjol dan menarik dengan sendirinya untuk dikunjungi. Dengan keunikannya, maka paket wisatapun dikelola dengan ekuitas yang kuat tanpa melakukan perang harga antar wilayah destinasi wisata atau antar desa wisata. Selain itu juga dapat meningkatkan loyalitas pengunjung sehingga dapat meningkatkan LoS atau menambah durasi tinggal.


Desa wisata Nglanggeran terkenal karena keberhasilan pemberdayaan Masyarakat di sektor wisata dari atraksi wisata edukasi Geopark dan budidaya coklat. Wisatawan lebih mengenal Desa wisata Jatimulyo, Kulon Progo sebagai destinasi wisata pengamatan burung liar di alam (birding/avitourism). Desa wisata Wukirsari, Bantul dikenal wisatawan sebagai desa wisata batik, apalagi dibuktikan dengan meraih rekor MURI kategori perajin batik terbanyak di ajang ADWI (Anugerah Desa Wisata Indonesia) tahun 2023.

 

Yogyakarta, 1 Februari 2024

Ttd

 

Arif Sulfiantono, M.Agr., M.S.I.

Pendamping Desa Mandiri Budaya DIY & Dosen Praktisi Prodi Bisnis Perjalanan Wisata Sekolah Vokasi UGM

Sabtu, 17 Februari 2024

MENGENAL BEIJING MELALUI BIRD WATCHING

 Artikel lama lagi, di buletin MERAPI, September 2013, semoga manfaat 🙏


Burung selain sebagai indikator penting dalam menentukan daerah-daerah prioritas pelestarian alam, juga dapat menggambarkan kondisi masih utuhnya suatu kawasan alam. Hal inilah yang menjadi alasan utama saya untuk bergabung dalam komunitas pengamat burung di Beijing-China, yakni Beijing Bird Watching Society (BBWS). Apalagi melalui kegiatan bird watching dapat sekalian berwisata alam murah meriah.

 

Bird Watching di China

Dalam buletin Hongkong Bird Watching Society nomor 205 tahun 2008, kegiatan bird watching di daratan China sendiri dimulai awal tahun 1980an. Saat itu juga awal munculnya reformasi ekonomi di China, serta mulai diijinkan sejumlah diplomat atau delegasi untuk melakukan penelitian. Walaupun begitu, klub pengamat burung Hongkong (Hongkong Bird Watching Society) sudah berdiri pada tahun 1957. Beijing Bird Watching Society sendiri baru berdiri pada tahun 2004, masih relatif muda.

 




Saya sendiri mengenal teman-teman BBWS setelah diajak ikut bird watching oleh teman dari LIPI, seorang birdwatcher tanah air yang juga ambil master di Beijing, dan mantan mahasiswanya Kang Bas (Karyadi Baskoro, dedengkot bird watching Indonesia) di Biologi UNDIP. Ternyata walaupun menyandang sebagai ibukota dengan jumlah penduduk sebanyak sekitar 20 juta orang (dua kali Jakarta), Beijing masih banyak menyisakan ruangnya untuk kawasan alam. Dengan luas sebesar kira-kira 16.000 Km2, luas tutupan hutan (forest cover) di Beijing pada tahun 2012 mencapai 38,6%, naik dari 12,83% di tahun 1980.

 

731 National Forest Park/NFP (taman nasional) di China, 15 diantaranya ada di Beijing. 15 NFP ini melengkapi kawasan pelestarian alam selain Zoo (kebun binatang), Park (taman), Lake (danau), Botanic Garden (kebun penelitian alam), dan Mountain (gunung/pegunungan). Semuanya dikelola dengan profesional dengan anggaran yang tidak sedikit jumlahnya.

 

South Gate Forest Park

Pengalaman yang paling berkesan dalam saat birdwatching bersama teman-teman BBWS adalah saat pertama kali bird watching di South Gate Forest Park (kompleks Stadion Olympic) dan diMiyun Reservoir (90 Km dari pusat kota Beijing). Ini yang menarik, ternyata di kawasan stadion juga ada kawasan alam yang sangat indah, walaupun berupa buatan manusia. Tepatnya dibangun menjelang Olimpiade Beijing tahun 2008.

 

Hari Ahad tanggal 11 November 2012, saat itu awal musim dingin. Kondisi di luar sangat dingin, apalagi saat angin bertiup kencang. Walaupun begitu, saya dengan semangat 45 berangkat untuk kegiatan bird watching perdana pada pukul 07.00 pagi dari kampus Beijing Forestry University. Dengan menggunakan kereta cepat atau disebur subway, perjalanan menuju South Gate Forest Park lumayan singkat, hanya sekitar 20 menit. Subway adalah transport favorit Beijing, karena dengan tiket sebesar 2 RMB (Rp 3000,-) sudah dapat keliling Beijing.

 

Kawasan South Gate of Forest Park sendiri sangat luas, ada danau kecilnya dan sungainya juga. Bagus sekali untuk wisata keluarga, apalagi biaya masuk gratis. Lokasi juga tertata rapi. Ada beberapa bagian tumbuhan cemara, jenis pinus dan poplar, ada juga kawasan padang rumput yang kering dengan air yang menggenanginya.

Aksi sebagian anggota BBWS saat di South Gate Forest Park

 

Beberapa bebek liar (mallard) jenis Anas platyrhynchos asyik bermain di danau kawasan padang rumput. Ada beberapa jembatan kayu yang membelah padang rumput berair ini, dan dapat dipakai pengunjung menikmati kawasan. Kalau pengunjung teliti akan terlihat beberapa jenis mallard, bangau (heron), dan burung air (shore bird).

Mallard jenis Anas platyrhynchos saat terbang

 

Awalnya kami berjalan di area hutan pinus. Di lokasi ini kami menemukan burung jenis bulbul (Pycnonotus aurigaster) atau sejenis kutilang di Indonesia. Kemudian beralih ke lokasi padang rumput. Disini kami banyak menemukan jenis Mallard.

 

Mallard jantan yang berwarna hijau dan putih saat berenang di air akan diikuti 2-3 ekor betina yang berwarna putih-coklat menjadikan pemandangan sangat menarik. Sungguh ciptaan Tuhan yang sempurna. Sesekali terlihat bebek terbang, kemudian mendarat di air. Subhanallah, sungguh luar biasa ciptaan-Nya saat berkolaborasi di alam.

Mallard jantan berenang diikuti Mallard betina

 

Walaupun kami tetap kedinginan, kami semangat dan menikmati birdwatching ini. Apalagi ditunjang dengan tidak banyaknya pengunjung yang ada di kawasan ini. Faktor awal musim dingin dimungkinkan menjadi penyebab sedikitnya pengunjung. Sesekali terlihat beberapa pengunjung tamasya dengan membawa kamera dan tongkat untuk membantu berjalan. Ada juga yang berolahraga jogging dan sepeda.

 

Momen yang menarik adalah saat mengamati burung jenis shore bird (burung di air) di jembatan kayu yang membelah padang rumput. Kami juga melihat Raptor/elang jenis Accipiter nesus yang terbang, sepertinya mengejar jenis Magpie (Pica pica).

Pengamatan di bagian padang rumput yang berair

 

Keasyikan lainnya adalah saat mengamati burung jenis ‘pelanduk semak’ yang bersembunyi dan berkamuflase di semak. Sepertinya sarangnya ada di dalam semak tersebut, karena burung tersebut senantiasa berada di lokasi tersebut. Baru kali ini saya melihat burung jenis pelanduk semak dengan sangat jelas. Di Merapi tidak pernah dapat melihat bentuk asli jenis burung pelandung semak, hanya terbatas mendengar suaranya saja.


Saat berada di dekat danau yang besar, tiba-tiba kami melihat sejenis bangau. Ternyata seekor bangau (grey heron) jenis Ardea cinerea sedang berdiri mematung di pinggir danau. Warnanya abu-abu dan putih. Begitu puas mengamati burung tersebut, kami segera beranjak untuk pulang karena waktu sudah menunjukkan pukul 13.00.

 

Miyun Reservoir

Sepekan setelah birdwatching di South Gate of Forest Park, aku diajak lagi untuk birdwatching di Miyun Reservoir. Sebuah kawasan pertanian dengan danau yang cukup luas.

Saat berangkat dari kampus setelah sholat shubuh pukul 05.40, di luar masih gelap dan lumayan dingin. Ternyata kami berangkat bersama siswa Middle School atau sekolah setingkat SMP.

 

Yang bikin iri adalah banyak siswa tersebut bersenjata kamera DSLR yang mahal dengan ‘termos’ alias lensa besar ukuran 500mm. Perjalanan selama 2 jam menggunakan bus sampai di Miyun Reservoir. Tanahnya seperti jenis grumusol, terasa liat, lengket dan licin di sepatu.

Siswa SMP dengan kamera termos, membuat iri saja

 

Daerahnya sangat luas, karena ada perahu pencari ikan juga. Beberapa mobil terlihat ada di tepi danau. Ternyata mereka pemancing. Mayoritas jenis burung air seperti duck/mallard, goose, dan swan.

 

Banyaknya jenis bebek saat berenang di danau, kondisi berdiri di tepi danau, atau terbang menjadikan pemandangan yang menakjubkan. Subhanallah, sungguh kebesaran Tuhan menciptakan makhluk yang luar biasa. Semuanya langsung dalam posisi nyaman untuk memotret maupun mengamati dengan binokuler atau monokulernya.



Saat menjumpai jenis baru semuanya langsung tertarik untuk mengamati dan memotret. Seperti saat melihat raptor Hen Harrier jenis Circus cyaneus yang cukup besar sedang terbang soaring. Kemudian jenis shore bird lain seperti black tailed gull (Larus crassirostris).

 

Harus jeli untuk menemukan jenis shore bird karena hanya ada satu-dua ekor di tepi danau dan berada diantara banyak bebek. Warnanyapun hampir mirip dengan lingkungan sekitarnya. Kamuflase yang bagus.

 

Sekitar pukul 14.00 kami beranjak pergi menuju bus untuk pulang. Sepanjang perjalanan mata kami tetap siaga mengamati seandainya ada jenis baru lagi. Ternyata benar. Kami menjumpai jenis baru yang sedang bertengger di tanaman jagung yang sudah kering..

 

Sampai Middle School lagi ternyata kami diajak salah seorang guru senior untuk makan malam di sebuah restoran cukup mewah. Wah, perjalanan yang sangat menyenangkan. Dari berawal dua tempat inilah saya semakin mengenal kawasan wisata alam di Beijing dan ‘blusukan’ di dalamnya.





PENGARUH KONFUSIANISME DAN TAOISME DALAM PENGHUTANAN (REFORESTATION) DI CHINA

Mengenang artikel lama yang tayang di Buletin KONSERVASI Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan & Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan tahun 2013


Dunia sekarang menghadapi ancaman bencana lingkungan sebagai masalah global. Perlu direnungkan pendapat sosiolog Kanada John O’Neil bahwa kita mungkin adalah peradaban pertama dan mungkin sebagai yang terakhir. Memprihatinkan bahwa manusia sekarang ini seakan-akan tidak peduli pada lingkungan, dunia, dan habitat alamnya (O’Neill, 1985: 12).


Jauh sebelum pendapat O’Neill itu muncul, China sudah benar-benar berkomitmen membangun hutan untuk melindungi keanekaragaman hayatinya. Pasca terbebasnya China dari penjajahan Jepang, dibawah kepemimpinan Mao Zedongm China melakukan pembangunan besar-besaran, terutama penghutanan kembali (reforestation). Luas tutupan hutan (forest cover) dapat meningkat dari 8,6% di awal tahun 1950an dapat meningkat menjadi 18,21% di tahun 2008. Padahal mayoritas kondisi tanah di China adalah jenis karst (rocky desertification) dimana minim air dan tanah serta susah diolah.


Berkat usaha besar yang disertai semangat yang tinggi, kawasan hutan dapat bertambah dari 115,28 juta hektar diawal tahun 1950an menjadi 174,91 juta hektar di tahun 2008. Yang luar biasa adalah kota Beijing sebagai ibukota China. Luas tutupan hutan di Beijing meningkat dari 1,3% di tahun 1949 meningkat menjadi 38,6% di akhir tahun 2012.


Selama 32 tahun sudah lebih dari 78 juta orang melakukan penanaman sejumlah 189 juta pohon di ibukota China ini dengan tingkat keberhasilan 88%. Penanaman pohon sudah menjadi gaya hidup sebagian orang China sehingga senang terlibat dalam proyek penghutanan kembali. “Membingkai hutan dan membiarkan pohon tumbuh” merupakan salah satu dari 8 hal yang membuat China kini terus bangkit menjadi pemain utama dalam pentas politik global. (Naisbit, 2010). Sikap mental ini sudah dibangun dengan modal dasar kultural dan ideologi yang kuat yang telah diwarisi dan dimilikinya semenjak dulu hingga saat ini.



Publish di Artikel Buletin KONSERVASI, Ditjen PHKA Kementerian Kehutanan Indonesia 2013


Pandangan Filsafat Cina tentang Kesatuan Manusia dan Alam

Filsafat China atau Sinism lazim digunakan untuk menspesifikasi atau meng-identifikasi sekelompok karakteristik unik bangsa China. Apa karakter dari kesatuan manusia dan alam yang berakar dalam Sinism? Yaitu pengenalan moral dan peneguhan oleh setiap orang tentang keberadaannya dengan orang lain –bukan hanya hidup dan mati tetapi juga sebelum dilahirkan—dan dengan makhluk hidup dan tak hidup lainnya (Subekti, 2010). Itu berarti hubungan timbal-balik mutlak, yang tidak perlu dipertanyakan, tidak dikualifikasikan dan ikatan khusus dari ko-eksistensi makhluk hidup dan benda, piety adalah sebuah kebajikan moral.


Berdasarkan perspektif Sinism, ecopiety merupakan tenunan moral dari laki-laki dan perempuan yang  menganyam bersama seluruh makhluk dan benda. Ini tersusun dari karakter Yang dari humanisme dan karakter Yin dari environmentalisme yang bersifat komplementer. Ringkasnya: sebagaimana Sinism merupakan kesatuan dari Konfusianisme yang ortodoks dan Taoisme yang heterodoks yang bersifat komplementer, maka ecopiety sebagai kesatuan dari humanisme dan environmentalisme juga bersifat komplementer (Subekti, 2010).


Humanisme Perspektif Konfusianisme

Konfusianisme atau biasa dibunyikan dengan Kong Hu Cu, di kaitkan dengan nama pendiri ajaran ini yaitu Kung Fu Tze (551-479 SM). Humanisme adalah karakteristik Konfusianisme. Ini adalah perhatian dan penghormatan kepada laki-laki dan perempuan lain sebagai pribadi. Secara tradisional, model klasiknya dikenal dengan “filial piety” (Hsiao)—kesetiaan seorang anak laki-laki kepada ayah atau orang tuanya (Subekti, 2010). Konfusianisme seringkali dikarakteristikan sebagai “humanisme praktis” karena kepeduliannya dengan seni praktis tentang kehidupan manusia dengan sesama dalam kehidupan dunia sehari-hari.


Humanitas bertumpu pada manusia –humanitas dalam dua-serangkai arti manusia sebagai kolektivitas, dan kausalitas asli manusia –jen adalah pilar humanisme praktis Konfusius. Tanpa jen, tanpa mempraktikkannya, manusia tidak akan menjadi manusia seutuhnya. Menjadi seorang manusia (jen) adalah menjadi insani (jen): sesungguhnya, jen adalah jen.


Menurut Analect of Confusius, jen adalah mencintai semua manusia dan chih (pengetahuan) adalah mengenal semua manusia. Dalam Li Chi (Kitab Upacara), Konfusius berkata tanpa pandangan hidup yang sama: “Menebang sebuah pohon, membunuh seekor binatang yang belum kawin, tidak pada musim yang tepat, adalah bertentangan dengan filial fiety.” (Li Chi, 1967: 228).


Menurut cara tersebut, tujuan moral dari bakti kepada orangtua tidak dibatasi pada dampak dari apa yang dilakukan manusia pada  orang lain tetapi diperluas pada dampak perilaku seseorang bagi makhluk non-human dan benda-benda. Teringat perkataan Konfusius mengenai musik, yang dimainkan sebuah bagian integral dari arti China kuno tentang benda-benda dan peristiwa sebagai kesatuan yang teratur, sekali lagi kita temukan dalam halaman kitab Li Chi sebagai berikut:


Langit ada di atas dan bumi di bawah, dan di antara keduanya tersebar semua jenis kehidupan dengan perbedaan (sifat dasar dan kualitasnya); --berkenaan dengan proses pembentukan perayaan. (Pengaruh) langit dan bumi mengalir maju dan tak pernah berhenti, dan dengan kesatuan tindakannya (fenomena) produksi dan perubahan terjadi: --berkenaan dengan itu musik mengalun. Proses pertumbuhan di musim semi, dan dewasa di musim panas (menyarankan ide tentang) kebajikan; mereka berkumpul di musim gugur dan di musim salju, menyarankan kebenaran. Kebajikan serupa dengan musik, dan kebenaran serupa dengan perayaan.

 

Environmentalisme Perspektif Taoisme

Taoisme berasal dari seorang yang bernama Lao Tzu yang diperkirakan lahir tahun 640 S.M. Environmentalisme merupakan prinsip dominan dalam Taois. Taoisme tidak menyingkirkan humanisme. Pada Bab 25 Tao Te Ching, dapat ditemukan ekspresi yang mengharukan dari ecopiety, sebagai contoh bahwa Tao (Jalan) sebagai ecopiety (Subekti, 2010):

 

Ada sesuatu yang campur-aduk, dan kacau-balau,

Ia sudah ada sebelum langit dan bumi,

Betapa sunyi! Betapa sepi!

Ia berada dengan sendirinya, dan tak pernah berubah,

Bergerak berputar, tak henti,

Ia layak menjadi ibu alam semesta,

Ku tak tahu siapa namanya,

Terpaksa kunamakan Tao,

Kusebut dia sebagai yang besar.

 

Besar bermakna meluas (mencapai segala tempat),

Meluas berarti menjauh (ke segala arah),

Yang pergi menjauh akhirnya akan balik kembali (ke asalnya).

 

Karena Tao itu besar, maka

Langit juga besar, bumi juga besar, dan manusia juga besar,

Di dunia ini ada empat besar, dan manusia adalah salah satunya.

 

Manusia meneladani bumi,

bumi meneladani langit,

langit meneladani Tao,

dan Tao meneladani dirinya sendiri (tsu-jan).

 

Tsu-jan (dirinya-sendiri) menjadi dasar environmentalisme dari Taoisme. Hal ini menggarisbawahi kemampuan estetik kita untuk menghormati dan penghargaan terhadap seluruh keberadaan benda-benda di alam.


Environmentalisme Taois merasa senang dengan keindahan alam, liar, sederhana, dan kecil, dalam keindahan intrinsik alam yang membuat manusia memandang penuh penghormatan dan imajinasi puitis. Hanya dalam bersekutu dengan alam dan kosmos seorang manusia benar-benar menjadi seorang “cosmion”. Seperti Taois Chuang Tzu mengungkapkan dengan suara tenang: “Langit dan bumi lahir bersamaan denganku, dan sepuluh ribu benda bersatu denganku”.

 

Manajemen Pengelolaan Hutan di China

Kawasan hutan di China dikelola oleh SFA (State Forestry Administration) dibawah MEP (Ministry of Environmental Protection). SFA adalah badan pemerintah pusat di negara yang bertanggung jawab untuk mengelola semua kehutanan China dan inisiatif konservasi alam lainnya. Departemen administrasi meliputi Reboisasi, Manajemen Sumber Daya Hutan, Pelestarian Satwa Liar, Polisi Kehutanan, Kebijakan dan Perundang-undangan, Perencanaan Pembangunan dan Manajemen Pembiayaan, Sains dan Teknologi, serta Kerjasama Internasional.


Pemerintah China menyadari bahwa perlindungan alam dan warisan budayanya tergantung pada manajemen yang efektif. 15% dari lahannya dialokasikan sebagai kawasan lindung, diantaranya cagar alam dan taman nasional. Kawasan ini merupakan dasar untuk kemakmuran masa depan orang-orang di seluruh China, dan seterusnya.


Konfusianisme dan Taoisme mempunyai banyak penawaran untuk menciptakan filsafat hidup baru dalam harmoni dengan alam. Pengaruh konfusianisme dan taoisme terlihat pada pengelolaan alam di China. Yang menarik, pengaruh ini berjalan dalam ideologi Komunis. Kedepan apakah betul China akan dapat mempertahankan kawasan lindungnya dibawah tradisi Konfusius dan Taoisme serta ideologi Komunis? Jawabannya hanya waktu dan sejarah yang akan terus menguji dan membuktikan bagaimana arah sejarah masa depan China.

 

Beijing, 13 Mei 2013

Ttd

Arif Sulfiantono

PEH TN.G.Merapi/karyasiswa S2 di Beijing Forestry University-China

 

 

 

REFERENSI:

Confucius, 1967, Li Chi: Book of Rites, trans. James Legge, New Hyde Park: University Book.

Lao Tzu, 1995, Tao Te Ching: The Book of Meaning and Life, trans. H.G. Oswald, New York: Penguin Books.

Naisbitt. John & Doris, China’s Megatrends: 8 Pilar yang Membuat Dahsyat China, 2010, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

O’Neil. John, 1985, Five Bodies, Ithaca: Cornell University Press.

Subekti. Slamet, 2010, Sumbangan Konfusianisme dan Taoisme Bagi Pembentukan Humanisme dan Environtalisme dalam Kebudayaan China. Pusat Repository PDII – LIPI.

www.china.org.cn at March 20. 2009

www.chinadaily.com.cn at March 11, 2013


Dokumentasi:

Birdwatcher melakukan kegiatan rutin di Olympic Forest Park, Beijing, salah satu dari taman hutan  (forest park) di China.

 

Anak-anak China belajar pengamatan burung, salah satu pendidikan cinta alam

 

Eco-tourism keluarga dengan kemping di hutan kota Beijing

 

 

Jiufeng National Forest Park yang dikelola oleh State Forest Administration berkolaborasi dengan Beijing Forestry University

 

Bangunan Cagar budaya di dalam kawasan Jiufeng National Forest Park

 

Pohon berusia ratusan tahun yang masih tegak di dalam istana terlarang (forbidden kingdom)