Sabtu, 08 November 2025

Pariwisata DIY Menuju 'Living Islamic Heritage City'

Dalam peta kompetisi pariwisata ramah Muslim nasional, posisi DIY pada Indonesia Muslim Travel Index (IMTI) 2025 mengalami penurunan menjadi nomor ke-10 dari 15 provinsi. Hasil ini diumumkan saat launching hasil kajian IMTI 2025 di Jakarta (9/10), sebelumnya DIY menempati posisi ke-5 (tahun 2018), ke-7 (tahun 2019) dan ke-7 (tahun 2023). Angka ini menandakan bukan keterpurukan, melainkan peluang untuk berbenah. Tim Pariwisata Ramah Muslim (PRM) DIY bersama KNEKS (Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah) dan BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) mencoba ‘mengulik’ 6 besar IMTI 2025, persiapan menuju IMTI 2027.

Opini koran Kedaulatan Rakyat tanggal 8 November 2025 halaman 7

Banten menempati posisi ke-6 karena memiliki Bandara Soekarno Hatta. NTB di posisi ke-3 karena punya event dunia yakni balapan di sirkuit Mandalika. Sedangkan Jawa Barat menmpati posisi pertama IMTI 2025 karena memiliki branding di sosial media yang bagus, padahal sebelumnya di posisi nomor 6 (tahun 2023, 2019, 2018). Selain itu juga ada pendampingan intens dari Pusat Halal National Hotel Institute (NHI) sehingga dapat mengeluarkan Pedoman Pariwisata Halal Jawa Barat.

DIY harus mengembangkan aspek-aspek seperti itu di luar aspek regulasi. Dan DIY memiliki kekuatan fundamental selain industri yang sudah siap, yakni warisan budaya Islam-Jawa, daya tarik spiritualitas, serta karakter pelayanan masyarakat yang ramah. Sebagai pusat kebudayaan dan pendidikan, DIY memiliki keunikan yang tak dimiliki provinsi lain. Pengakuan UNESCO terhadap Cosmological Axis of Yogyakarta pada 2023 menjadi momentum emas untuk menegaskan narasi “Living Islamic Heritage City” — sebuah konsep yang menggabungkan spiritualitas, budaya, dan keberlanjutan. Warisan Mataram Islam, keberadaan Masjid Gedhe Kauman, jaringan Masjid Pathok Negoro, serta dinamika komunitas pesantren dan desa/kampung wisata religius, menjadi fondasi autentik bagi PRM yang berakar pada nilai dan budaya lokal.

Namun, di tengah kekayaan itu, DIY masih menghadapi sejumlah tantangan. Belum adanya regulasi formal dan panduan teknis PRM membuat banyak pelaku wisata bergerak secara parsial. Skor komunikasi yang relatif rendah dalam IMTI 2025 (peringkat 10 nasional dengan skor 51,3) mencerminkan kurangnya integrasi dalam promosi dan digitalisasi informasi halal. Sementara itu, kualitas pengelolaan situs warisan, penyediaan fasilitas ibadah, serta ketersediaan restoran halal masih belum merata. Tanpa sinergi lintas sektor — antara pemerintah, akademisi, industri, dan komunitas — keunggulan kultural Yogyakarta bisa tergerus oleh provinsi lain seperti Jawa Barat dan NTB yang telah lebih dulu melangkah dengan regulasi dan strategi komunikasi yang kuat.

Di sinilah peran riset menjadi krusial. Langkah yang telah dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata DIY adalah pemutakhiran data hotel-resto tersertifikasi halal, serta bersama MES DIY melakukan pendampingan terhadap desa wisata Widosari yang bertransformasi menjadi Desa Wisata Ramah Muslim. Upaya ini menegaskan bahwa PRM bukan sekadar label halal, melainkan ekosistem yang menyatukan ekonomi syariah, UMKM, kuliner, hingga industri kreatif Islami. Pendekatan berbasis data dan riset memungkinkan pemerintah daerah untuk tidak lagi bergantung pada kegiatan seremonial, melainkan membangun kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy) yang relevan dan berkelanjutan.

Ke depan, ada empat fokus riset yang akan menentukan arah penguatan IMTI DIY, yakni integrasi nilai Islam-Jawa dalam story telling untuk narasi destinasi, digitalisasi komunikasi PRM, penguatan ekosistem ekonomi halal, serta peningkatan standar layanan dan aksesibilitas wisata. Dengan riset yang kolaboratif, adaptif, dan partisipatif, Yogyakarta berpotensi menjadi laboratorium hidup pengembangan wisata Islam di Indonesia. Universitas atau Perguruan Tinggi Islam seperti UIN, UII, UNU maupun dari Muhammadiyah dapat ‘digandeng’ untuk berkolaborasi dalam riset maupun pengembangan PRM di DIY.

Catatan dari kajian IMTI 2025 untuk DIY adalah menjadi destinasi wisata ramah Muslim bukan sekadar ambisi statistik dalam indeks IMTI, melainkan refleksi nilai-nilai luhur yang telah mengakar di bumi Mataram. Spirit “hamemayu hayuning bawana” — memuliakan kehidupan dan alam semesta — sejalan dengan prinsip Islam rahmatan lil ‘alamin yang menjadi ruh pelayanan wisata di Yogyakarta. Dengan kolaborasi lintas sektor, komunikasi digital yang kuat, dan keberpihakan pada riset, Yogyakarta siap melangkah menjadi “Living Islamic Heritage City”, pusat pembelajaran pariwisata Islam yang ramah, inklusif, dan berdaya saing global.


Yogyakarta, 30 Oktober 2025

Ttd

Arif Sulfiantono, M.Agr., M.S.I.

Peserta launching hasil kajian IMTI 2025, Tim PRM DIY & Dosen Praktisi Prodi Bisnis Perjalanan Wisata Sekolah Vokasi UGM

Sabtu, 04 Oktober 2025

Paradoks K3 Wisata

Pariwisata petualangan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berkembang pesat sebagai sektor yang menawarkan pengalaman ekstrem - dari arung jeram di Kalibawang, trekking-outbound di lereng Merapi hingga Paralayang di Watugupit. Namun, di balik pesona adrenalin dan lanskap eksotis, tersembunyi satu paradoks keselamatan yang menarik, yakni semakin berpengalaman pekerja wisata, semakin rendah persepsi mereka terhadap risiko.

 

Terbit di Opini Koran "Kedaulatan Rakyat" tanggal 4 Oktober 2025 halaman 7

Penelitian yang dilaksanakan oleh Tim dari Stikes ‘YKY’ Yogyakarta bersama Dinas Pariwisata DIY tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Pekerja Wisata Petualangan memperoleh hasil yang mengejutkan. Hasil sementara terhadap 114 responden dari total 297 pekerja wisata petualangan DIY mengungkapkan profil demografis yang unik, yakni mayoritas laki-laki (82,5%), berpendidikan tinggi (59,6% lulusan perguruan tinggi), dan berpengalaman (rata-rata 11,8 tahun). Sebagian besar responden pemandu wisata alam dan budaya ini bekerja langsung di lapangan (85,1%), terpapar risiko operasional setiap hari. Namun, justru kelompok ini menunjukkan kecenderungan meremehkan risiko K3.


Analisis statistik menunjukkan korelasi negatif antara tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan pengetahuan K3 dengan persepsi risiko. Sebaliknya, stres kerja dan pengalaman cedera sebelumnya menunjukkan korelasi positif. Artinya, semakin ahli seseorang, semakin rendah kewaspadaannya terhadap bahaya - sebuah paradoks yang menantang asumsi konvensional dalam manajemen keselamatan.


Fenomena ini tidak disebabkan oleh ketidaktahuan pemandu wisata petualangan. Justru, pengalaman panjang tanpa insiden serius membuat pekerja menjadi terbiasa dan terlalu percaya diri. Dalam psikologi kognitif, kondisi ini disebut habituasi dan “complacency” - rasa aman palsu yang muncul karena sering menghadapi bahaya tanpa konsekuensi. Paparan berulang terhadap bahaya tanpa konsekuensi nyata menumpulkan sensitivitas terhadap risiko.

Selain itu, “overconfidence” dan “familiarity trap” berperan penting. Kepercayaan diri berlebih membuat pekerja merasa “kebal” terhadap insiden. Lingkungan kerja yang sudah sangat dikenal mendorong pengambilan keputusan intuitif, bukan analitis. Dalam analisis bahaya, para pekerja menilai sebagian besar risiko berada pada level 'Sedang'. Namun, beberapa risiko spesifik - seperti cuaca ekstrem, wisatawan tidak berpengalaman, dan kegagalan peralatan - konsisten dinilai 'Tinggi'. Temuan penting lainnya adalah risiko tertinggi sering muncul dari kegagalan internal sistem manajemen, bukan faktor alam. Artinya, ada celah nyata antara kebijakan K3 yang tertulis dengan praktik di lapangan.


Paradoks ini mengindikasikan bahwa pelatihan K3 yang hanya fokus pada transfer pengetahuan teknis tidak cukup. Pelatihan perlu beralih ke pendekatan metakognitif yakni melatih pekerja berpengalaman untuk menyadari dan mengelola bias kognitif mereka. Hasil sementara penelitian ini membawa implikasi mendalam bagi desain pelatihan K3 di sektor wisata petualangan.

Dalam konteks DIY, pendekatan ini harus berakar pada nilai-nilai budaya lokal. Konsep “eling lan waspada” (kesadaran dan kewaspadaan); “sangkan paraning dumadi” (kesadaran asal dan tujuan hidup), “ngajeni alam” (etika profesionalisme menghormati alam sekitar); serta semangat gotong royong dapat menjadi fondasi pelatihan keselamatan yang lebih bermakna dan berkelanjutan.

Ada 3 solusi kebijakan (policy brief) yang dapat diterapkan untuk pekerja pariwisata DIY terutama di sektor wisata petualangan. (1.) Pelatihan K3 berbasis budaya dan refleksi metakognitif, yakni menggunakan modul pelatihan yang mengintegrasikan nilai-nilai lokal dan studi kasus insiden nyata, serta mendorong diskusi terbuka tentang kesalahan dan hampir kecelakaan (near-misses). (2.) Pemberdayaan komunitas wisata sebagai agen keselamatan, dengan melibatkan tokoh adat, komunitas lokal, dan pelaku wisata dalam penyusunan SOP keselamatan yang kontekstual dan partisipatif. (3.) Audit sistem manajemen K3 berbasis persepsi lapangan, menggunakan data persepsi risiko dari pekerja sebagai indikator awal untuk mengevaluasi efektivitas sistem manajemen keselamatan.

Pelaksanaan kebijakan ini dapat difokuskan dahulu pada wilayah yang menjadi pusat wisata petualangan, yakni Gunungkidul, Kulonprogo, dan Bantul. Integrasi nilai budaya lokal seperti Eling lan Waspada dan gotong royong dalam SOP dan pelatihan akan memperkuat budaya kewaspadaan. Dengan demikian, sektor wisata petualangan DIY dapat menjadi pelopor destinasi wisata yang aman, berbudaya, dan berdaya saing. 

Yogyakarta, 1 Oktober 2025
Ttd


Arif Sulfiantono, M.Agr., M.S.I.
Tim Peneliti K3 Wisata Petualangan DIY 2025 & Dosen Praktisi Prodi Bisnis Perjalanan Wisata Sekolah Vokasi UGM



Jumat, 22 Agustus 2025

WISATA RAMAH MUSLIM

 

Indonesia tidak lagi menjadi destinasi favorit wisatawan muslim. Peringkat Indonesia dalam hal destinasi muslim favorit turun dalam penilaian Global Muslim Travel Index (GMTI). Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh lembaga internasional ‘CrescentRating’, Indonesia yang biasanya berada di posisi puncak bersama Malaysia, tahun 2025 ini harus turun ke posisi lima setelah dua tahun berturut-turut posisi teratas.

5 peringkat GMTI tahun 2025 adalah posisi puncak oleh Malaysia, kemudian Turki, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), dan Indonesia. Ada lima hal utama yang membentuk pilihan dari wisatawan muslim, mulai dari aplikasi untuk perjalanan halal, peran penting wisatawan muslimah, fasilitas ramah muslim, peningkatan solo traveling, dan liburan digital detox atau tren liburan yang tidak terikat dengan dunia digital (CrescentRating, 2025).


Opini koran Kedaulatan Rakyat tanggal 22 Agustus 2025 halaman 7


Penurunan peringkat yang terjadi mencerminkan jika persaingan wisata ramah muslim di dunia dewasa ini semakin serius dengan banyak upaya signifikan dalam pengembangannya. 4 negara di atas Indonesia tersebut melakukan lompatan signifikan, mencerminkan investasi besar dalam infrastruktur, promosi digital, dan ekosistem halal yang terintegrasi. Sementara untuk lima besar negara non-OKI (Organisasi Kerja Sama Islam) Singapura berada urutan pertama, disusul United Kingdom; Hong Kong; Taiwan keempat, dan nomor lima Thailand.

Untuk kategori Provinsi di Indonesia, CrescentRating bersama Kementerian Pariwisata (Kemenpar) RI dan Bank Indonesia menyelenggarakan pemeringkatan atau pengukuran melalui IMTI (Indonesia Muslim Travel Index).  IMTI adalah indeks pengukuran kesiapan provinsi yang berkorelasi langsung dengan standar GMTI, sebuah acuan peringkat pariwisata ramah muslim global.


IMTI bertujuan untuk mengukur dan mempromosikan potensi wisata ramah muslim di Indonesia, serta mendorong pengembangan destinasi wisata ramah muslim yang berstandar global.  Untuk tahun 2025 ini ada 15 provinsi yang dinilai, salah satunya adalah DIY. Pengukuran IMTI tahun 2023 DIY menempati nomor 7 setelah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang menempati puncak (nomor 1), kemudian Aceh, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat kemudian baru DIY di nomor 7.


Untuk pengukuran di tahun 2025 ini baru dilaksanakan pada bulan Agustus ini.  Kriteria IMTI diadaptasi dari model CrescentRating yang diformalkan dalam laporan GMTI. IMTI mengadopsinya menjadi kerangka kerja ACES, yakni kependekan dari Access (kemudahan akses ke destinasi), Communication (komunikasi internal dan eksternal oleh destinasi), Environment (lingkungan di destinasi), Services (layanan yang disediakan oleh destinasi).


Bobot penilaian paling tinggi ada pada layanan (services) destinasi, seperti adanya sertifikat produk halal dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) atau BPJPH (Badan Penyelenggaran Jaminan Produk Halal); fasilitas mushola yang memadai beserta alat perlengkapan sholat dan petunjuk arah kiblat; toilet terpisah pria-wanita dan lain-lain. Tentu layanan ini dibuktikan dengan evidence seperti sertifikat atau foto kondisi atau lokasi.


Untuk destinasi yang diusulkan oleh Pemerintah DIY dalam penilaian IMTI tahun 2025 adalah desa wisata Widosari, kalurahan Ngargosari, kapanewon Samigaluh, Kulon Progo. Widosari dipilih karena wisata unggulannya, yakni kampung ternak kambing sudah memiliki sertifikasi halal. Selain itu juga ada pendampingan dari MES (Masyarakat Ekonomi Syariah) DIY di komponen penyediaan makanan minuman halal; penyediaan sarana ibadah yang bersih; dan penyediaan fasilitas sanitasi yang bersih dan memadai.

Pendampingan MES DIY ini berdasarkan pada Pedoman Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor PDM/5/HK.01.04/MK/2024 tentang Layanan Dasar Pariwisata Ramah Muslim. Pengukuran ini berfungsi sebagai alat strategis untuk mengevaluasi dan meningkatkan daya saing ekosistem pariwisata halal di dalam negeri guna mencapai visi Indonesia sebagai pusat pariwisata halal dunia. Semoga DIY memperoleh hasil terbaik dengan naik peringkat dalam pengukuran IMTI tahun 2025 ini. Aamiiin. 


Yogyakarta, 11 Agustus 2025

Ttd

 

Arif Sulfiantono, M.Agr., M.S.I.

Tim IMTI DIY 2025, Alumni Magister Studi Islam UIN Sunan Kalijaga YK & Dosen Praktisi K3 Wisata Prodi Bisnis Perjalanan Wisata Sekolah Vokasi UGM


Jumat, 31 Januari 2025

K3 WISATA TIRTA

Wisata tirta merupakan potensi wisata yang berkaitan dengan kegiatan olahraga air seperti di pantai, danau, sungai, teluk maupun kegiatan lain yang dapat dilakukan di laut lepas seperti berlayar maupun menyelam dan segala aktivitas wisata yang menjadikan sumber daya alam pantai, danau, teluk, sungai dengan segala potensinya sebagai daya tarik wisata. Namun, aktivitas wisata tirta yang menyenangkan dapat berubah menjadi tragedi mengerikan saat terjadi kecelakaan.

Sebanyak 13 siswa SMP 7 Mojokerto, Jawa Timur terseret ombak di pantai Drini, Gunungkidul, 9 siswa berhasil diselamatkan tim SAR gabungan, 3 siswa ditemukan dalam keadaan meninggal dunia, dan 1 siswa masih dalam pencarian (Fokus Gunungkidul, 28/1). Pengelolaan wisata tirta ini urgent mendapat perhatian, khususnya dalam aspek keselamatan, baik bagi wisatawan maupun pemandu atau penyedia jasa layanan wisata tirta. Kejadian kecelakaan (laka) air, khususnya laka laut cukup sering terjadi hingga merenggut nyawa.

Opini koran Kedaulatan Rakyat tanggal 31 Januari 2025 halaman 11


Menurut data Satpol PP DIY sebanyak 25 wisatawan meninggal dunia di pantai selatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sepanjang tahun 2023 (Kompas, 27/3/2024). Untuk tahun 2024 belum ada data dalam mesin pencarian internet, kecuali wilayah Bantul. Polres Bantul mencatat telah terjadi 15 kasus laka air sepanjang tahun 2024. Jumlah tersebut terbagi menjadi tujuh kasus laka sungai, satu kasus laka laut, dua laka di saluran air, empat laka kolam, serta satu kasus laka terjadi di sumur (rri.co.id, 6/1).


Perhatian akan keselamatan dan keamanan berwisata tirta selain dikarenakan arena atau area wisata yang secara alami memberikan potensi resiko terlebih bila dilakukan di area-area yang ekstrim, juga dikarenakan minimnya pengetahuan dan keterampilan pemandu atau penyedia layanan dan wisatawan itu sendiri.  Dalam kaitan dengan wisata tirta, maka program WHO (World Health Organization) memiliki program ‘preventing from drawning’ (pencegahan tenggelam) merupakan program esensial yang perlu disosialisasikan, didukung, dan diterapkan.


Hal ini menjadi semakin penting jika dikaitkan dengan fakta bahwa korban laka air di wisata tirta lebih banyak daripada kejadian lain seperti korban perang (WHO, 2017). Keterampilan menyelamatkan diri dan bertahan dalam situasi bahaya tenggelam selai bagi anak-anak dan remaja, juga relevan diberikan pada siswa-siswi yang menuju usia produktif mengingat korban laka air paling banyak adalah siswa sekolah.


Salah satu daya tarik wisata di DIY adalah keberadaan atraksi wisata tirta seperti pantai, danau, serta sungai. Berbagai aktifitas wisata tirta ditawarkan oleh penyedia jasa wisata air seperti jet skiing, diving, snorkeling, rafting (wisata arum jeram), packrafting dan sebagainya. Aktifitas wisata tersebut memiliki risiko tersendiri. Selain karena mengandalkan sumber daya alam juga dikarenakan memerlukan keterampilan dan pengetahuan khusus baik bagi penyedia jasa maupun wisatawan.


Kunci sukses sebuah aktifitas atau kegiatan pariwisata adalah penerapan ‘safety and security’ atau kenyamanan dan keamanan. Untuk mendukung pariwisata di DIY maka dibutuhkan usaha untuk menangani kecelakaan kegiatan wisatawan. Untuk penyelamatan pantai, terdapat sebuah organisasi yang bernama ‘Balawista’. Organisasi ini berlingkup internasional. Balawista atau Badan Penyelamat Wisata Tirta adalah wadah para pemandu keselamatan pariwisata (lifeguard) di destinasi wisata tirta (pantai, sungai, kolam dll). Balawista memiliki tugas dan fungsi membantu pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pembangunan kepariwisataan melalui sektor keselamatan.


Balawista kini memiliki ruang lingkup nasional. Saat ini di DIY belum ada organisasi Balawista, baik di tingkat kabupaten maupun propinsi. Embrio Balawista sudah terbentuk melalui grup Whatsapp. Anggota grup ini merupakan alumni dari peserta Pelatihan dan Sertifikasi Pemandu Wisata Air (Balawista) yang dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata DIY pada November 2024.


Bagi pengelola wisata tirta, K3 (Kesehatan dan Keselamat Kerja) wisata tirta wajib dikuasai dan diterapkan, karena wisata tirta masuk usaha wisata berisiko menengah tinggi sesuai Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 4 tahun 2021. Standar kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI) pemandu wisata tirta juga sudah diterbitkan oleh Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor 366 tahun 2013 tentang Penetapan SKKNI Profesi Pemandu Keselamatan Wisata Tirta/Air.


K3 wisata tirta adalah penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di bidang wisata air. K3 wisata tirta bertujuan untuk melindungi keselamatan wisatawan, karyawan, dan masyarakat sekitar. Belajar dari kasus laka air di Drini semoga wisata tirta DIY semakin meningkatkan kapasitasnya pada K3 wisata tirta, serta organisasi Balawista DIY dapat segera diresmikan.

 

Yogyakarta, 29 Januari 2025

Ttd

 

Arif Sulfiantono, M.Agr., M.S.I.

Pegiat Ecotourism & Pengajar Mata Kuliah K3 Wisata di Prodi Bisnis Perjalanan Wisata Sekolah Vokasi UGM

Sabtu, 23 November 2024

'Best Tourism Villages' Wukirsari

Provinsi D.I. Yogyakarta kembali menorehkan prestasi pada bidang pariwisata. Bersama Desa Wisata Jatiluwih, Bali; Desa Wisata Wukirsari, Imogiri, Bantul menerima penghargaan Best Tourism Villages 2024 dari organisasi pariwisata dunia UNWTO (United Nations World Tourism Organization) edisi keempat yang diselenggarakan di Cartagena de Indias, Kolombia, Kamis, 14 November 2024, atau Jumat, 15 November 2024, waktu Indonesia.

Rubrik Opini koran Kedaulatan Rakyat tanggal 23 November 2024 halaman 11


Penghargaan Best Tourism Villages atau Desa Wisata Terbaik Dunia itu bertujuan untuk menjaring desa-desa yang berhasil mengembangkan pariwisata secara berkelanjutan dengan melibatkan masyarakat setempat dan melestarikan tradisi lokal. Program itu menghimpun jaringan desa wisata global terbesar dengan 245 desa hingga 2024. Wukirsari dan Jatiluwih berhasil mengikuti jejak Desa Wisata Nglanggeran, DIY yang meraih gelar pada 2021 dan Desa Wisata Panglipuran, Bali pada 2023.

 

Wakil Desa Wisata Tingkat Dunia dari Indonesia jadi 4, yakni 2 dari DIY, dan 2 dari Bali. Keempat desa wisata tersebut telah memiliki sertifikat desa wisata berkelanjutan serta lolos sembilan poin penilaian desa wisata Tingkat dunia. Penilaian tersebut yakni (1) sumber daya alam dan budaya; (2) promosi dan konservasi sumber daya budaya; (3) keberlanjutan ekonomi; (4) keberlanjutan sosial; (5) keberlanjutan lingkungan; (6) pengembangan pariwisata dan integrasi rantai nilai; (7) tata kelola dan prioritas pariwisata; (8) infrastruktur dan konektivitas; serta (9) jaminan kesehatan, keselamatan, dan keamanan (UNWTO, 2024).

 

Desa Wisata Wukirsari pada tahun 2023 meraih Juara 1 pada klasifikasi Desa Wisata Maju pada ADWI (Anugerah Desa Wisata Indonesia) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Selain itu Wukirsari juga memecahkan rekor MURI dengan jumlah pembatik terbanyak (640 orang) di Indonesia, menjadi daya Tarik wisatawan. Kenaikan kelas desa wisata Wukirsari cukup cepat, dari juara ADWI pada tahun 2023 menjadi Tingkat dunia UNWTO di tahun 2024, karena memiliki dua warisan budaya tak benda dunia. Dua warisan ini adalah berupa batik dan wayang (300 perajin). Wukirsari berubah dari desa buruh batik menjadi desa wisata batik inovatif, memadukan warisan budaya dengan praktek ekonomi kreatif berkelanjutan. Kerajinan batik Wukirsari merupakan batik tulis warisan Kerajaan Mataram Islam sejak Sultan Agung Hanyokrokusumo pada tahun 1634.

 

Desa Wisata Wukirsari juga menjadi model pariwisata berkelanjutan karena inisiatif “Becik Resik Karangkulon”, yakni program zero waste, pengelolaan sampah bebas plastik. Kegiatan pasar lokal seperti Sor Jati dan Jolontoro mempromosikan nilai-nilai tradisional dengan menggunakan dedaunan dan bahan alam sebagai bungkus untuk menghindari konsumsi plastik. Selain itu Wukirsari juga menekankan konservasi air dan perlindungan keanekaragaman hayati untuk mempertahankan lingkungan alam. Komitmen ini telah mengukuhkan Wukirsari sebagai Pariwisata Berkelanjutan yang tersertifikasi Desa oleh Dewan Pariwisata Berkelanjutan Indonesia (ISTC).

 

Wukirsari juga menetapkan standar pelayanan sesuai ISO 9001:2015, memastikan wisatawan memperoleh keramah-tamahan tinggi saat menikmati budaya lokal Wukirsari. Ada standar pada setiap aspek wisata mengikuti prosedur pelayanan dari kedatangan hingga pengalaman tinggal yang ramah dan berkesan (UNWTO, 2024). Wukirsari menggabungan manajemen modern dengan pesona alam dan warisan budaya.

 

Pengembangan Desa Wisata merupakan langkah pemerintah untuk menggali potensi baru kepariwisataan di daerah, juga untuk mendorong transformasi sosial, budaya, dan ekonomi desa, yang pada akhirnya dapat berdampak bagi kesejahteraan masyarakat setempat. ADWI merupakan transformasi dari kebijakan pembangunan Desa Wisata yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sejak tahun 2021 hingga saat ini. ADWI diharapkan dapat menjadi wahana promosi wisata bagi wisatawan domestik maupun mancanegara, serta memotivasi pemerintah desa dan pemerintah daerah di seluruh Indonesia untuk dapat mengembangkan dan menggali potensi wisata di daerahnya.

 

Peserta ADWI merupakan desa-desa wisata unggulan di seluruh Indonesia, pada malam puncak ADWI akan dipilih beberapa desa wisata terbaik sesuai nominasi. Pada ADWI tahun 2024 pada 17 November 2024, wakil DIY meraih Juara 1 Kategori Desa Wisata Maju yakni Desa Wisata Jatimulyo, Girimulyo, Kulon Progo; dan Juara 1 Kategori Kelembagaan dan SDM yakni Desa Wisata Krebet, Pajangan, Bantul. Desa Wisata Sambirejo, Prambanan, Sleman dan Kampung Wisata Rejowinangun, Kotagede, Yogyakarta juga meraih penghargaan kategorei Desa Wisata Berkalanjutan. Semoga ADWI ini membawa dampak secara langsung bagi desa wisata tersebut, baik secara ekonomi, sosial, dan budaya dalam masyarakat.

 

Yogyakarta, 18 November 2024

Ttd

 

Arif Sulfiantono, M.Agr., M.S.I.

Penyuluh Wisata Dispar DIY & Dosen Praktisi Prodi Bisnis Perjalanan Wisata Sekolah Vokasi UGM

Rabu, 04 September 2024

WISATA SUMBU FILOSOFI


12 tahun lalu hari bersejarah bagi identitas dan budaya istimewa Yogyakarta, yakni saat disahkan Undang-undang No. 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 31 Agustus 2012. 11 tahun kemudian disusul penetapan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan budaya dunia dalam Sidang ke-45 Komite Warisan Dunia atau World Heritage Committee (WHC) di Riyadh, Arab Saudi pada tanggal 18 September 2023.

Dalam daftar Warisan Dunia UNESCO, Sumbu Filosofi Yogyakarta bertajuk lengkap The Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks, dicetuskan pertama kali oleh Raja Pertama Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono I pada abad ke-18. Konsep tata ruang Sumbu Filosofi Yogyakarta ini dibuat berdasarkan konsepsi Jawa dan berbentuk struktur jalan lurus yang membentang antara Panggung Krapyak di sebelah Selatan, Keraton Yogyakarta, dan Tugu Yogyakarta di sebelah Utara.

Terbit di Redaksi OPINI koran Kedaulatan Rakyat tanggal 4 September 2024 halaman 11

Struktur jalan tersebut termasuk beberapa kawasan disekelilingnya yang penuh simbolisme filosofis merupakan perwujudan falsafah Jawa tentang keberadaan manusia. Meliputi daur hidup manusia (Sangkan Paraning Dumadi), kehidupan harmonis antar manusia dan antara manusia dengan alam (Hamemayu Hayuning Bawana), hubungan antara manusia dan Sang Pencipta, antara pemimpin dan rakyatnya (Manunggaling Kawula Gusti), serta dunia mikrokosmik dan makrokosmik.

Sumbu Filosofi yang terletak di pusat kota membuat eksistensi atribut-atribut Sumbu Filosofi tersebut harus berdampingan dengan berbagai aktivitas sosial dan ekonomi yang cukup dinamis. Keunikan dan kekhasan dari Sumbu Filosofi menjadi destinasi wisata unggulan Yogyakarta. Sepanjang Tugu hingga Kraton Yogyakarta hampir tidak pernah ‘tidur’ atau sepi dari wisatawan atau pengunjung. Pemda DIY dan beberapa komunitas pegiat wisata membuat paket wisata Sumbu Filosofi.

Dinas Kebudayaan DIY (Kundha Kabudayan) membuat paket keliling Sumbu Filosofi dengan menggunakan armada Bus. Armada yang diberi nama Jogja Heritage Track (JHT) diawali dari Kantor Disbud DIY melewati Tugu Pal Putih menuju Museum Sonobudoyo untuk melihat keraton dilanjutkan menuju Panggung Krapyak sebelum akhirnya kembali ke Kantor Disbud DIY. Tur dengan JHT selama sekitar1,5 jam ini terasa mengasyikan dan menyenangkan.

Bus JHT melayani tiga kali perjalanan setiap Senin-Jumat, dan Sabtu dua kali perjalanan. Total bus JHT melayani 17 kali perjalanan selama Senin-Sabtu dengan target sebesar 1.360 track per tahun (Humas Pemda DIY, 2023). Sayangnya track ini tidak diawali dari daur hidup manusia (Sangkan Paraning Dumadi), yakni dari Panggung Krapyak, sehingga ada yang ‘hilang’ dari makna Sumbu Filosofi.

Kemudian Pokdarwis Suryatmajan, Kemantren Danurejan yang masih satu kawasan dengan Malioboro merintis wisata sepeda Sumbu Filosofi yang diberi nama ‘Onthel Cycling Heritage Tour’. Wisata ni menggunakan sepeda onthel Jawa menyusuri rute kawasan Kotabaru, Tugu Pal Putih, Jalan Margo Utomo, Jalan Malioboro, Kepatihan atau Kantor Gubernur DIY, Kampung Ketandan, Jalan Margo Mulyo, Kawasan Titik Nol, Pasar Beringharjo, Lorong Sayur Suryatani Kampung Suryatmajan, dan kembali ke titik berangkat di Kampung Suryatmajan.

Walaupun wisata onthel tersebut kurang mengena Sumbu Filosofi tetapi dapat mengenalkan Sejarah Keistimewaan DIY. Peminatnya-pun lumayan banyak. Paket wisata yang tak kalah unik dan menarik adalah wisata ‘Abdi Dalem’ Kraton Jogja. Wisatawan diberi seragam pakaian Abdi Dalem Kraton Jogja, termasuk yang putri dirias sanggul lengkap seperti Abdi Dalem Kraton.

Wisatawan kemudian diajak masuk ke dalam Kraton untuk berpraktek seperti Abdi Dalem, dan diakhiri dengan makan siang khas sajian Kraton di Bale Raos. Sayangnya paket wisata terbatas ini baru tahap uji coba, belum di-launching untuk wisatawan umum. Paket wisata sejenis ini juga dilakukan oleh Pokdarwis Kadipaten Kemantren Kraton dengan paket ‘Dinner’ di Dalem Kaneman. Wisatawan makan malam khas kuliner Jogja dengan pakaian Gagrak Jogja sambil menikmati tarian khas Jogja.

Wisata Sumbu Filosofi ternyata memiliki daya Tarik bagi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, sehingga perlu ‘digarap’ secara serius. Masyarakat perlu digandeng untuk ikut terlibat, tentu dalam bentuk kelembagaan resmi. Misalnya sepanjang Tugu Pal Putih sampai Panggung Krapyak sudah ada kampung wisata Cokrodiningratan, Sosromenduran, Ratmakan, Suryatmajan, Sayidan, Kauman, Dipowinatan, dan Tamansari. Kampung wisata ini dapat diberdayakan melalui pelibatan dalam pembuatan atraksi wisata Sumbu Filosofi. Tidak ketinggalan Pentahelix (Pemerintah, Masyarakat, Akademisi, Media, Bisnis) perlu dilibatkan secara intensif untuk menunjang wisata Sumbu Filosofi.

Yogyakarta, 26 Agustus 2024

Ttd

 

Arif Sulfiantono, S.Hut., M.Agr.

Penyuluh Wisata Dinas Pariwisata DIY & Dosen Praktisi Prodi Bisnis Perjalanan Wisata Sekolah Vokasi UGM

Kamis, 18 Juli 2024

KALURAHAN BERDAYA

 

Di pertengahan tahun 2024 ini Pemerintah Daerah DIY mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 242/KEP/2024 tentang Penetapan Desa/Kalurahan Mandiri Budaya pada tanggal 21 Juni 2024. Keputusan Gubernur ini menetapkan 8 desa/kalurahan di 4 kabupaten menjadi Desa/Kalurahan Mandiri Budaya, melengkapi 25 Desa yang sudah menyandang Desa Mandiri Budaya yang dimulai dari tahun 2020.

 

Sejak 2020 Pemda DIY mengeluarkan kebijakan tentang Desa Mandiri Budaya untuk mendukung upaya penguatan kalurahan melalui 4 pilar program, yaitu: Desa Budaya, Desa Wisata, Desa Prima dan Desa Preneur. Desa/Kalurahan Mandiri Budaya ini nantinya memperoleh Bantuan Keuangan Khusus Desa Mandiri Budaya (BKK DMB) dari Dana Keistimewaan untuk kegiatan pembangunan desa selama 3 tahun.


Kolom OPINI koran Kedaulatan Rakyat (KR) tanggal 18 Juli 2024 halaman 11


BKK DMB ini digunakan oleh Kalurahan untuk mewujudkan Kalurahan Berdaya untuk mengatasi isu strategis di DIY, yakni: (1) Kenakalan remaja; (2) Kesenjangan dan pengangguran; (3) Stunting; (4) Kemiskinan; (5) Pengelolaan sampah; dan (6) Restorasi sosial. Untuk itu kalurahan harus menyusun program ideal dengan mengidentifikasi dan memaksimalkan potensi lokal; fokus, jelas, dan terkonsep arah dan tujuannya (sesuai masterplan); prospektif dan berkelanjutan (terlihat hasil kemanfaataannya); pemberdayaan/pelibatan masyarakat lokal; dan penyebarluasan informasi yang keren dan up to date/dinamis (menjangkau seluruh lapisan masyarakat).

 

Sebelum pelaksanaan kegiatan menggunakan BKK DMB, kalurahan harus berpedoman pada Masterplan yang dibuat oleh OPD Pendamping (Dinas Kebudayaan, Dinas Pariwisata, Dinas Koperasi dan UMKM, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk). Masterplan yang dibuat harus merujuk pada potensi desa, yang dalam ilmu pariwisata dikenal dengan pembuatan Unique Selling Point (USP).

 

USP adalah produk unik/khas unggulan dari desa dan menjadi nilai jual yang membedakan dengan desa lain. Contoh dari USP adalah Wukirsari Imogiri Bantul dengan USP produk kerajinan batik, Pagerharjo Samigaluh Kulon Progo dengan produk teh, Nganggring Turi Sleman dengan edukasi budidaya kambing ettawa, Katongan Nglipar Gunungkidul dengan produk aneka makanan olahan lidah buaya.

 

Produk unggulan kalurahan ini dapat diberdayakan dengan menggunakan tanah kalurahan atau Tanah Kas Desa (TKD). Pemda DIY telah mengeluarkan Peraturan Gubernur DIY Nomor 24 Tahun 2024 tentang Pemanfaatan Tanah Kalurahan. Penggunaan tanah kalurahan ini dapat digarap Pemerintah Kalurahan, kelompok/warga masyarakat setempat serta masyarakat miskin setempat dan pengangguran. Dalam pemanfaatannya dapat digunakan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat miskin setempat dan mengurangi angka pengangguran.

 

Salah satu kegiatan BKK DMB yang sudah menunjukkan hasilnya adalah produk kue bolu kelapa Kalurahan Putat, Patuk, Gunungkidul. Produk kue dari Desa Prima Gumregah yang salah satu unsur dari Desa Mandiri Budaya Putat ini sudah omzet penjualannya pada tahun 2023 mencapai 1 Milyar; naik pada tahun 2024 mencapai 200 juta untuk tiap bulannya (Paniradya, 2024). Program BKK DMB yang berhasil lainnya adalah Angkringan Kolam Ikan Desa Mandiri Budaya Gilangharjo, Pandak, Bantul yang dikelola oleh Desa Wisata Kajii. Angkringan yang dirintis pada tahun 2023 dan dibuka pada Maret 2024 ini telah menghasilkan omzet bulanan mencapai 50 juta dan merekrut pengangguran 3 orang menjadi tenaga kerja.

 

2 kegiatan ini sudah tepat sasaran sesuai manfaat BKK DMB yakni mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Kegiatan yang disusun sesuai USP dan Masterplan dan dikerjakan oleh SDM yang berkapasitas merupakan kunci dari kesuksesan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Ppendampingan yang intensif dari OPD pendamping melalui monitoring dan evaluasi rutin juga dibutuhkan agar kegiatan BKK DMB berjalan sesuai road map.

 

Selain itu Lurah memegang peran penting. Dalam evaluasi kegiatan BKK DMB masih masih dijumpai Lurah yang belum memahami peta potensi Desa, baik SDA maupun SDM serta mekanisme dari BKK DMB. Ada lagi yang Lurah memegang peran kuat dalam kalurahan, sehingga pamong dibawahnya tidak berani bergerak tanpa perintahnya, sehingga kegiatan kalurahan berjalan di tempat.

 

Lurah, sebagai pemimpin masyarakat lokal sudah seharusnya menjadi agen pembelajaran dan perubahan untuk inisiatif masyarakat lokal (Tyler, 2006 dalam Indiyanto 2012). Lurah harus mampu menjembatani dan berbicara dengan dua bahasa (bahasa sains dan bahasa pengetahuan lokal). Oleh karena itu, Lurah perlu dibekali dengan keilmuan mekanisme pelaksanaan BKK DMB agar tepat sasaran dan berkelanjutan mewujudkan Kalurahan Berdaya.

 

Yogyakarta, 15 Juli 2024

Ttd

 

Arif Sulfiantono, M.Agr., M.S.I.

Pendamping Desa Mandiri Budaya DIY & Dosen Praktisi Prodi Bisnis Perjalanan Wisata Sekolah Vokasi UGM