Mengenang artikel lama yang tayang di Buletin KONSERVASI Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan & Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan tahun 2013
Dunia sekarang menghadapi ancaman bencana
lingkungan sebagai masalah global. Perlu direnungkan pendapat sosiolog Kanada
John O’Neil bahwa kita mungkin adalah peradaban pertama dan mungkin sebagai
yang terakhir. Memprihatinkan bahwa manusia sekarang ini seakan-akan tidak
peduli pada lingkungan, dunia, dan habitat alamnya (O’Neill, 1985: 12).
Jauh sebelum pendapat
O’Neill itu muncul, China sudah benar-benar berkomitmen membangun hutan untuk
melindungi keanekaragaman hayatinya. Pasca terbebasnya China dari penjajahan
Jepang, dibawah kepemimpinan Mao Zedongm China melakukan pembangunan
besar-besaran, terutama penghutanan kembali (reforestation). Luas tutupan hutan (forest cover) dapat meningkat dari 8,6% di awal tahun 1950an dapat
meningkat menjadi 18,21% di tahun 2008. Padahal mayoritas kondisi tanah di
China adalah jenis karst (rocky
desertification) dimana minim air dan tanah serta susah diolah.
Berkat usaha besar yang
disertai semangat yang tinggi, kawasan hutan dapat bertambah dari 115,28 juta
hektar diawal tahun 1950an menjadi 174,91 juta hektar di tahun 2008. Yang luar
biasa adalah kota Beijing sebagai ibukota China. Luas tutupan hutan di Beijing
meningkat dari 1,3% di tahun 1949 meningkat menjadi 38,6% di akhir tahun 2012.
Selama 32 tahun sudah lebih
dari 78 juta orang melakukan penanaman sejumlah 189 juta pohon di ibukota China
ini dengan tingkat keberhasilan 88%. Penanaman pohon sudah menjadi gaya hidup
sebagian orang China sehingga senang terlibat dalam proyek penghutanan kembali.
“Membingkai hutan dan membiarkan pohon tumbuh” merupakan
salah satu dari 8 hal yang membuat China kini terus bangkit menjadi pemain
utama dalam pentas politik global. (Naisbit, 2010). Sikap mental ini sudah
dibangun dengan modal dasar kultural dan ideologi yang kuat yang telah diwarisi
dan dimilikinya semenjak dulu hingga saat ini.
Publish di Artikel Buletin KONSERVASI, Ditjen PHKA Kementerian Kehutanan Indonesia 2013
Pandangan
Filsafat Cina tentang Kesatuan Manusia dan Alam
Filsafat
China atau Sinism lazim digunakan
untuk menspesifikasi atau meng-identifikasi sekelompok karakteristik unik
bangsa China. Apa karakter dari kesatuan manusia dan alam yang berakar dalam Sinism? Yaitu pengenalan moral dan
peneguhan oleh setiap orang tentang keberadaannya dengan orang lain –bukan
hanya hidup dan mati tetapi juga sebelum dilahirkan—dan dengan makhluk hidup
dan tak hidup lainnya (Subekti, 2010). Itu berarti hubungan timbal-balik mutlak, yang tidak perlu dipertanyakan, tidak
dikualifikasikan dan ikatan khusus dari ko-eksistensi makhluk hidup dan benda, piety adalah sebuah kebajikan moral.
Berdasarkan
perspektif Sinism, ecopiety merupakan tenunan moral dari
laki-laki dan perempuan yang menganyam
bersama seluruh makhluk dan benda. Ini tersusun dari karakter Yang dari humanisme dan karakter Yin dari environmentalisme yang bersifat
komplementer. Ringkasnya: sebagaimana Sinism
merupakan kesatuan dari Konfusianisme yang ortodoks dan Taoisme yang heterodoks
yang bersifat komplementer, maka ecopiety
sebagai kesatuan dari humanisme dan environmentalisme juga bersifat
komplementer (Subekti, 2010).
Humanisme Perspektif Konfusianisme
Konfusianisme
atau biasa dibunyikan dengan Kong Hu Cu, di kaitkan dengan nama pendiri ajaran
ini yaitu Kung Fu Tze (551-479 SM). Humanisme adalah karakteristik
Konfusianisme. Ini adalah perhatian dan penghormatan kepada laki-laki dan
perempuan lain sebagai pribadi. Secara tradisional, model klasiknya dikenal
dengan “filial piety” (Hsiao)—kesetiaan seorang anak laki-laki
kepada ayah atau orang tuanya (Subekti, 2010). Konfusianisme seringkali
dikarakteristikan sebagai “humanisme praktis” karena kepeduliannya dengan seni
praktis tentang kehidupan manusia dengan sesama dalam kehidupan dunia
sehari-hari.
Humanitas
bertumpu pada manusia –humanitas dalam dua-serangkai arti manusia sebagai
kolektivitas, dan kausalitas asli manusia –jen
adalah pilar humanisme praktis Konfusius. Tanpa jen, tanpa mempraktikkannya, manusia tidak akan menjadi manusia
seutuhnya. Menjadi seorang manusia (jen)
adalah menjadi insani (jen):
sesungguhnya, jen adalah jen.
Menurut
Analect of Confusius, jen adalah mencintai semua manusia dan chih (pengetahuan) adalah mengenal semua manusia. Dalam Li Chi (Kitab Upacara), Konfusius
berkata tanpa pandangan hidup yang sama: “Menebang sebuah pohon, membunuh
seekor binatang yang belum kawin, tidak pada musim yang tepat, adalah
bertentangan dengan filial fiety.” (Li Chi, 1967: 228).
Menurut
cara tersebut, tujuan moral dari bakti kepada orangtua tidak dibatasi pada
dampak dari apa yang dilakukan manusia pada
orang lain tetapi diperluas pada dampak perilaku seseorang bagi makhluk
non-human dan benda-benda. Teringat perkataan Konfusius mengenai musik, yang
dimainkan sebuah bagian integral dari arti China kuno tentang benda-benda dan
peristiwa sebagai kesatuan yang teratur, sekali lagi kita temukan dalam halaman
kitab Li Chi sebagai berikut:
Langit
ada di atas dan bumi di bawah, dan di antara keduanya tersebar semua jenis
kehidupan dengan perbedaan (sifat dasar dan kualitasnya); --berkenaan dengan
proses pembentukan perayaan. (Pengaruh) langit dan bumi mengalir maju dan tak
pernah berhenti, dan dengan kesatuan tindakannya (fenomena) produksi dan
perubahan terjadi: --berkenaan dengan itu musik mengalun. Proses pertumbuhan di
musim semi, dan dewasa di musim panas (menyarankan ide tentang) kebajikan;
mereka berkumpul di musim gugur dan di musim salju, menyarankan kebenaran.
Kebajikan serupa dengan musik, dan kebenaran serupa dengan perayaan.
Environmentalisme Perspektif Taoisme
Taoisme
berasal dari seorang yang bernama Lao Tzu yang diperkirakan lahir tahun 640 S.M.
Environmentalisme merupakan prinsip dominan dalam Taois. Taoisme tidak
menyingkirkan humanisme. Pada Bab 25 Tao
Te Ching, dapat ditemukan ekspresi yang mengharukan dari ecopiety, sebagai contoh bahwa Tao (Jalan) sebagai ecopiety (Subekti, 2010):
Ada sesuatu yang campur-aduk, dan kacau-balau,
Ia sudah ada sebelum langit dan bumi,
Betapa sunyi! Betapa sepi!
Ia berada dengan sendirinya, dan tak
pernah berubah,
Bergerak berputar, tak henti,
Ia layak menjadi ibu alam semesta,
Ku tak tahu siapa namanya,
Terpaksa kunamakan Tao,
Kusebut dia sebagai yang besar.
Besar bermakna meluas (mencapai
segala tempat),
Meluas berarti menjauh (ke segala
arah),
Yang pergi menjauh akhirnya akan
balik kembali (ke asalnya).
Karena Tao itu besar, maka
Langit juga besar, bumi juga besar,
dan manusia juga besar,
Di dunia ini ada empat besar, dan manusia adalah salah satunya.
Manusia meneladani bumi,
bumi meneladani langit,
langit meneladani Tao,
dan Tao meneladani dirinya sendiri (tsu-jan).
Tsu-jan
(dirinya-sendiri) menjadi dasar environmentalisme dari Taoisme. Hal ini
menggarisbawahi kemampuan estetik kita untuk menghormati dan penghargaan
terhadap seluruh keberadaan benda-benda di alam.
Environmentalisme Taois
merasa senang dengan keindahan alam, liar, sederhana, dan kecil, dalam
keindahan intrinsik alam yang membuat manusia memandang penuh penghormatan dan
imajinasi puitis. Hanya dalam bersekutu dengan alam dan kosmos seorang manusia
benar-benar menjadi seorang “cosmion”.
Seperti Taois Chuang Tzu mengungkapkan dengan suara tenang: “Langit dan bumi
lahir bersamaan denganku, dan sepuluh ribu benda bersatu denganku”.
Manajemen
Pengelolaan Hutan di China
Kawasan hutan di China
dikelola oleh SFA (State Forestry
Administration) dibawah MEP (Ministry of Environmental Protection). SFA adalah badan
pemerintah pusat di negara
yang bertanggung jawab untuk mengelola semua kehutanan
China dan inisiatif konservasi alam lainnya. Departemen administrasi meliputi Reboisasi, Manajemen
Sumber Daya Hutan, Pelestarian Satwa Liar, Polisi Kehutanan, Kebijakan
dan Perundang-undangan, Perencanaan Pembangunan dan Manajemen Pembiayaan, Sains dan Teknologi, serta Kerjasama Internasional.
Pemerintah China
menyadari bahwa perlindungan alam dan warisan budayanya tergantung pada manajemen yang efektif. 15% dari lahannya dialokasikan
sebagai
kawasan lindung, diantaranya cagar alam dan taman nasional. Kawasan ini merupakan dasar untuk kemakmuran masa depan orang-orang di seluruh China, dan seterusnya.
Konfusianisme dan Taoisme
mempunyai banyak penawaran untuk menciptakan filsafat hidup baru dalam harmoni
dengan alam. Pengaruh konfusianisme dan taoisme terlihat
pada pengelolaan alam di China. Yang menarik, pengaruh ini berjalan dalam
ideologi Komunis. Kedepan apakah betul China akan dapat mempertahankan kawasan
lindungnya dibawah tradisi Konfusius dan Taoisme serta ideologi Komunis?
Jawabannya hanya waktu dan sejarah yang akan terus menguji dan membuktikan
bagaimana arah sejarah masa depan China.
Beijing, 13 Mei 2013
Ttd
Arif Sulfiantono
PEH
TN.G.Merapi/karyasiswa S2 di Beijing Forestry University-China
REFERENSI:
Confucius,
1967, Li Chi: Book of Rites, trans.
James Legge, New Hyde Park: University Book.
Lao
Tzu, 1995, Tao Te Ching: The Book of
Meaning and Life, trans. H.G. Oswald, New York: Penguin Books.
Naisbitt.
John & Doris, China’s Megatrends: 8
Pilar yang Membuat Dahsyat China, 2010, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
O’Neil.
John, 1985, Five Bodies, Ithaca:
Cornell University Press.
Subekti.
Slamet, 2010, Sumbangan Konfusianisme dan
Taoisme Bagi Pembentukan Humanisme dan Environtalisme dalam Kebudayaan China.
Pusat Repository PDII – LIPI.
www.china.org.cn at March 20. 2009
www.chinadaily.com.cn
at March 11, 2013
Dokumentasi:
Birdwatcher
melakukan kegiatan rutin di Olympic Forest Park, Beijing, salah satu dari taman
hutan (forest park) di China.
Anak-anak
China belajar pengamatan burung, salah satu pendidikan cinta alam
Eco-tourism keluarga dengan kemping di hutan kota Beijing
Jiufeng
National Forest Park yang dikelola oleh State Forest Administration
berkolaborasi dengan Beijing Forestry University
Bangunan
Cagar budaya di dalam kawasan Jiufeng National Forest Park
Pohon
berusia ratusan tahun yang masih tegak di dalam istana terlarang (forbidden
kingdom)